Tuesday, October 12, 2004

ASI, Air Ajaib Jangan Dibuang (artikel)

ASI, Air Ajaib Jangan Dibuang

Air susu ibu (ASI) adalah cairan ajaib. Dengan cairan tersebut seorang bayi
bisa tumbuh sehat, optimal dan cerdas. Zat antibodi yang terkandung di dalam
ASI, dari banyak penelitian, membuat bayi yang mendapat asupan ASI cukup
dan akan membantu bayi kebal terhadap berbagai macam penyakit.

Komposisi ASI yang berubah setiap saat bila diberikan dengan baik dan benar
juga dapat menjadi makanan tunggal untuk memenuhi kebutuhan bayi sampai usia
6 bulan (ASI eksklusif). Artinya, cukup hanya diberi ASI. Tanpa air atau
makanan lain.

Sayangnya, air ajaib, yang hanya dimiliki seorang ibu, tidak bisa dinikmati
semua bayi. Terutama bayi dengan ibu yang sibuk bekerja di luar rumah.
Tuntutan pekerjaan membuat ibu terpaksa menggantikan kedudukan ASI dengan
susu formula. Meski kandungan zat susu formula dikatakan lengkap, dibanding
ASI, tetap saja masih jauh di bawah standar. Tak ada apa-apanya.

Perilaku yang salah (tak menyusui) tersebut diakui Menkes Dr Achmad Suyudi
kini makin banyak dilakukan para ibu. Bahkan sebagian dari mereka
beranggapan susu formula mendongkrak gengsi. “Mereka menilai dengan susu
formula gengsi seorang ibu meningkat,” kata Menkes di sela seminar sehari
pengalaman keberhasilan memberi ASI secara ekslusif dalam rangka peringatan
Pekan ASI sedunia 2004.

Masa Emas

Padahal, pemberian ASI tak perlu membuat seorang ibu tersiksa sepanjang
waktu. Dari kurun 2 tahun usia ideal seorang anak mendapatkan ASI, ibu
memiliki masa emas untuk memberikan ASI pada bayinya yakni saat bayi berusia
0-6 bulan.

Bila menggunakan masa emas tersebut, pemberian ASI ekslusif mampu
mengeksploitasi zat yang terkandung pada ASI untuk ditransfer ke bayi secara
optimal. Hasilnya, bayi tumbuh kembang optimal pula.

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997, pencapaian ASI
ekslusif selama 4 bulan di Indonesia baru mencapai 52%. Pada 2002 meningkat
sedikit menjadi 55%. Angka ASI ekslusif, selama 6 bulan sebesar 40%.

Angka tersebut, dikatakan Direktur Bina Gizi Keluarga Depkes DR Rachmi
Untoro, mencerminkan betapa rendahnya kesadaran ibu untuk memberikan ASI
ekslusif. Persoalan kerja gengsi dan ketidaktahuan seorang ibu akan manfaat
ASI menjadi problem yang perlu segera diatasi.

Depkes berupaya melakukan sosialisasi pentingnya ASI ekslusif. Selain kepada
ibu, Depkes mencari dukungan dari sejumlah instansi dan perusahaan yang
banyak mempekerjakan perempuan. Inti sosialisasi, bahwa cuti melahirkan
bukan sekedar upaya memulihkan kekuatan ibu, tetapi sekaligus sebagai masa
emas untuk memberikan ASI ekslusif pada bayi. Bila semua ibu dan keluarga
menanya dari hal ini maka di masa depan bakal tercipta generasi yang lebih
kuat dan sehat serta cerdas. (PK/j)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home