JANIN BERKELAINAN, HARUSKAH DIABORSI?
Janin, apa pun kondisinya, merupakan anugerah Tuhan yang harus dijaga sebaik-baiknya. Hadapi kondisi tak menyenangkan dengan ketegaran mental.
Ibu Dini sangat terkejut mendengar vonis dokter yang menyatakan janinnya mengalami kecacatan. "Saya syok banget sewaktu dibilang janin saya mengalami Down Syndrome (DS). Gimana enggak syok? Sedih luar biasa dan rasanya tak mampu menanggung beban berat ini. Sudah kebayang deh apa komentar miring dari kerabat dan masyarakat. Haruskah saya menggugurkannya?" ujarnya lirih. Melalui perkembangan teknologi alat-alat kedokteran saat ini, gangguan janin bisa terdeteksi sejak dini. Aneka pemeriksaan seperti Ultrasonografi (USG), Kardiotokografi (CTG), Chorrion Villus Sampling (CVS) atau amniosentesis, semua gangguan/kelainan yang dialami janin bisa terdeteksi. Bahkan dengan USG 3 atau 4 dimensi aneka kelainan janin seperti down syndrome, edward syndrome, tarnet syndrome, kelainan kromosom dan sebagainya bisa terdeteksi secara lebih mudah dan cepat. Masalahnya, seperti yang dialami Dini, haruskah kehamilan seperti itu segera diakhiri? Dra. M. Louise M.M., Psi., mencoba menawarkan solusinya. Menurutnya, janin bagaimanapun kondisinya, merupakan anugerah Sang Kuasa yang harus dipelihara sebaik-baiknya. "Anak merupakan anugerah yang tidak dapat tergantikan oleh emas dan perak. Semua harus diterima penuh rasa syukur," tukas psikolog dari RSAB Harapan Kita, Jakarta. Perempuan yang akrab disapa Lusi ini tak memungkiri jika orang tua si janin merasa sedih, kesal, bahkan frustrasi menghadapi kondisi tersebut. Hal ini wajar sebagai bentuk penolakan yang timbul akibat adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Akan tetapi, tandasnya, jangan sampai kegalauan tersebut lantas dilampiaskan dengan cara yang sama sekali tidak bijaksana, bahkan terla-rang dalam agama, yaitu meng- aborsi. Apalagi tindakan ini juga tidak menyelesaikan masalah, justru menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Semisal memicu risiko kanker atau setidaknya si ibu didera rasa berdosa. Lebih lanjut psikolog dari PEP (Parent Education Program) menegaskan bahwa tindakan aborsi identik dengan penghilangan nyawa seseorang alias pembunuhan. Rasa berdosa dan kecenderungan menyalahkan diri karena telah menyingkirkan darah dagingnya sendiri sangat mungkin akan membayanginya terus, terutama saat kelak hamil lagi. Akibatnya, si ibu amat berisiko mengalami stres saat hamil. Jika itu yang terjadi, aneka gangguan akan muncul akibat stres tadi, dari perdarahan sampai keguguran. Perasaan bersalahnya akan semakin berlipat ganda ketika ia melihat bocah lain yang kurang lebih bernasib sama namun dapat dioptimalkan kemampuannya. 7 LANGKAH BIJAK JALANI KEHAMILAN BERMASALAH Menurut Lusi, yang terpenting untuk dilakukan orang tua adalah menyiapkan mental agar bisa tegar menjalaninya. * Pertama, yakini bahwa agama apa pun mengajarkan manusia untuk tidak menyerah begitu saja pada cobaan karena tidak ada cobaan yang melebihi batas kemampuan kita. Artinya, dengan bersabar dan berusaha kita pasti sukses melalui cobaan tersebut. Itulah mengapa, hal pertama yang harus dilakukan tak lain adalah berdoa agar atas ijin Yang Maha Kuasa kita sebagai makhluk-Nya mampu tabah menjalani cobaan berat ini. * Kedua, cobalah melihat kekurangan anak dengan kacamata positif. Jangan jadikan kekurangan/kelainan anak sebagai sumber kekecewaan orang tua. Ini terjadi lantaran orang tua bersikap tidak adil dengan membanding-bandingkan si kecil dengan anak normal lainnya. Padahal akan lebih baik jika orang tua melihat anak lain yang tidak beruntung. * Ketiga, ingat setiap anak, baik dia anak normal maupun cacat, pastilah memiliki kelebihan dan kekurangan. Coba renungkan, banyak sekali anak cacat yang memiliki bakat luar biasa di bidang-bidang tertentu. Ada yang mahir memainkan alat musik, melukis, dan sebagainya. Meski awalnya pastilah orang tuanya sangat berat membesarkan anak dengan kondisi seperti itu. Toh keterbatasan si kecil bisa dioptimalkan bila orang tuanya berupaya sepenuh hati. Yang cacat tangan, bisa memaksimalkan fungsi kaki dan organ tubuh lainnya. Bukan mustahil kalau si anak cacat atau yang memiliki keterbatasan tadi justru memberikan kebahagiaan tersendiri semisal kelak setulus hati merawat orang tuanya di saat renta. Lalu bagaimana dengan anak lain yang normal, apakah dijamin mampu membuat orang tua bahagia? Belum tentu! Saat masih kecil, tentu saja banyak orang tua bangga melihat anaknya tumbuh sehat dan normal. Akan tetapi apa yang terjadi ketika si kecil beranjak dewasa? Tak sedikit orang tua yang stres berkepanjangan melihat tindak tanduk melenceng dari anak normalnya yang semula amat manis. Sebut saja pergaulan bebas, terlibat narkoba, tindak kriminal, ataupun menyakiti hati orang tua. Sekali lagi, ini merupakan bukti bahwa semua anak pastilah memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang tetap mesti disyukuri. * Keempat, daftarkan diri sebagai anggota perkumpulan/klub orang tua dari anak-anak yang bermasalah serupa. Untuk orang tua yang janinnya didiagnosa mengalami Cerebral Palsy (CP), contohnya, saat ini telah ada perkumpulan orang tua penderita CP. Dalam perkumpulan tersebut, orang tua bisa saling berdiskusi, bertukar suka-duka, ide dan pengalaman tentang cara mendidik anak CP. Cara-cara semacam ini setidaknya bisa membuat beban orang tua terasa lebih ringan. * Kelima, carilah hikmah di balik semua cobaan tadi. Dengan kelainan si janin sebetulnya orang tua memiliki kesempatan emas untuk belajar memahami makna kesabaran dan ketabahan. Setidaknya, dengan memiliki anak yang memiliki gangguan/kelainan, kecerdasan emosi dan spiritual kita sebagai orang tua akan lebih terasah. * Keenam, saat bayi yang mengalami gangguan/kelainan tadi lahir dan tumbuh besar, jangan mengurungnya di rumah. Tumbuhkan rasa percaya diri padanya dengan memberi kesempatan bergaul dengan masyarakat sekitar. Bila dianggap perlu, masukkan si kecil ke sekolah khusus namun beri kesempatan seluas-luasnya agar dia tetap bisa bersosialisasi dengan anak lain, baik dengan yang normal maupun yang senasib. Tak perlu bertindak overprotektif ataupun membedakannya dari saudara lainnya. Sikap seperti ini justru akan melemahkan mental si kecil karena selalu membutuhkan perlindungan dari orang tuanya, hingga kemampuan anak tak berkembang optimal. * Ketujuh, agar bisa mengetahui kekhususan yang dimiliki anak, sekaligus bisa mengurangi beban psikis, ada baiknya bila orang tua rajin berkonsultasi dengan psikolog maupun terapis. Dengan cara ini orang tua dapat menimbang-nimbang apa saja yang bisa dilakukan orang tua untuk mengoptimalkan kemampuan buah hatinya. Dengan sederet langkah-langkah strategis di atas, lazimnya orang tua bisa menghadapi semua cobaan dengan tenang tanpa dibebani rasa takut dan malu. SUAMI DAN KELUARGA HARUS MEMOTIVASI pegang peran penting dalam memotivasi dan membangun kepercayaan diri istri yang tengah hamil. Semisal dengan memberi dukungan dan perhatian. Caranya? Dampingi saat berkonsultasi dengan dokter maupun psikolog, atau berikan pujian tulus saat istri merawat kehamilannya dengan telaten. Bantuan dan perhatian suami tidak hanya membuat istri senang, tapi juga membuat si kecil merasa dicintai dan diterima sepenuhnya. Ingat, anak merupakan hasil kerjasama suami dan istri, hingga dalam mendidik dan merawatnya pun harus tetap ada kerjasama. Begitu juga dukungan keluarga agar si calon ibu bisa menjalani kehamilannya dengan bahagia hingga kelak melahirkan anak yang berbahagia pula meski dengan segala keterbatasan/kecacatannya. Jangan hiraukan omongan tak sedap dari siapa pun. Ibaratnya, biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Tetaplah berpikir positif karena pasti ada hikmah di balik kejadian ini. Untuk itu, suami-istri jangan saling menyalahkan. Semisal istri menuduh suami sebagai pembawa gen cacat, atau sebaliknya. Akan lebih bijak bila menerima kehamilan tersebut apa adanya kemudian senantiasa bekerjasama mengupayakan yang terbaik. Saeful Imam. Ilustrator: Pugoeh
0 Comments:
Post a Comment
<< Home