Friday, October 15, 2004

Tetaplah Aktif Selama Berpuasa (artikel)

Tetaplah Aktif Selama Berpuasa
BANYAK umat Islam yang waswas saat akan berpuasa. Sebagian orang merasa takut tidak leluasa beraktivitas; sebagian khawatir stamina merana, gairah kerja kabur entah ke mana. Padahal, sesuai anjuran agama, berpuasa mestinya tidak mengurangi produktivitas dan kegiatan keseharian.


SEMANGAT dari ritual puasa tidak menyuruh umat Islam bermalas-malasan, tapi justru harus bekerja keras meskipun dalam keadaan lapar dan dahaga. Karena dengan puasa, kaum Muslimin malah akan sehat.*RIZWAN/”PR”
Secara teoretis, beristirahat dan mengatur pengeluaran energi seefisien mungkin termasuk salah satu cara untuk menjaga kebugaran tubuh. Akan tetapi, tentu saja, itu tak berarti kita harus memperpanjang jadwal tidur di bulan suci ini. Terlalu banyak memejamkan mata justru mengundang rasa lesu. Jadi, sebaiknya bagaimana? Untuk itu, ada pola manajemen aktivitas tubuh yang bisa dijalankan agar gangguan penurunan produktivitas semacam itu bisa tersingkirkan dan kita bisa menjalani ibadah puasa dalam kondisi bebas hambatan kesehatan.

Manajemen metabolisme

Memasuki bulan Ramadan, frekuensi makan minum berkurang, yakni jadi dua kali, saat sahur dan buka puasa. Kondisi ini menyebabkan pengurangan metabolisme tubuh. Konsekuensinya, energi minimal yang dibutuhkan tubuh untuk pernapasan, sirkulasi, gerakan usus, otot, suhu badan, aktivitas kelenjar, dan fungsi tubuh lain yang berhubungan dengan pertumbuhan (metabolisme basal) juga menurun.

Secara alamiah, penurunan metabolisme basal akan mengurangi kebutuhan pasokan makanan. Otomatis, penggunaan energi pun akan efisien. Keadaan ini juga akan menurunkan kadar gula dalam darah, yang mengundang rasa kantuk. Namun, penurunan ini hanya berlangsung sementara, yaitu sekira 2-3 hari. Setelah itu, tubuh beradaptasi sehingga mampu menjaga keseimbangan meskipun pada titik konsumsi lebih rendah. Cadangan energi dalam tubuh dapat bertahan selama 24-48 jam. Padahal berpuasa hanya selama 14 jam.

Ketika berpuasa, perangkat pencernaan dalam kondisi santai. Oleh karena itu, asam lambung dan enzim pencernaan pun beristirahat. Selama itu pula akan terjadi proses "cuci gudang" terhadap cadangan energi dan zat sampah yang sarat akan racun. Dengan berpuasa, zat racun pengundang penyakit dibuang, sedangkan cadangan energi yang lama bersemayam di dalam hati dan sel otot diubah menjadi energi untuk beraktivitas.

Keteraturan frekuensi makanan dengan takaran yang tepat ternyata juga berdampak pada peningkatan kualitas profil darah. Bila kita memosisikan konsep berpuasa sebagai ajang pendisiplinan diri dan bukan konsep "balas dendam", kualitas sel darah akan meningkat. Kebiasaan terampil mengelola aktivitas dan pola makan di bulan puasa juga berpotensi meningkat berat badan ke titik ideal.

Manajemen olah raga

Aspek psikologis jelas akan tampak karena secara agamis kita juga berlatih mengendalikan diri. Orang jadi jauh lebih tenang, damai, bijak, jujur, ikhlas, serta menjaga tata etika pergaulan dalam tatanan sosial kemasyarakatan.

Bagaimana dengan pengaturan istirahat di bulan suci? Bila kondisi memungkinkan, pada dasarnya baik ibu hamil maupun menyusui boleh saja berpuasa. Secara normal, jam istirahat yang dibutuhkan ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, dan lansia memang lebih banyak dibanding orang dewasa pada umumnya. Lebih-lebih saat puasa, lantaran adanya perubahan waktu jaga dan waktu istirahat pada mata, otak, dan organ lainnya. Jumlah jam tidur pada setiap orang memang berbeda, tetapi bagi "kelompok khusus" ini dapat mencapai 8-10 jam per harinya. Saat menjalankan puasa, ini dapat disiasati dengan tidur siang 1-2 jam dan tidur malam sekira 8-9 malam sehingga saat sahur, rasa kantuk pun kabur.

Perubahan pola tidur di bulan suci bisa mengubah daur fisiologi hormon pertumbuhan (growth hormone) dan hormon kostisol secara otomatis. Aktivitas kedua hormon tersebut mencapai puncak produksinya dari tengah malam hingga menjelang subuh setelah mengalami tidur yang nyaman.

Hormon pertumbuhan berfungsi meningkatkan penghancuran asam amino dari darah ke otak sehingga sangat membantu pemulihan sel saraf secara permanen, sedangkan hormon kortisol memegang peran utama dalam menghadapi stressor (penyebab stres) pada pagi hari, mengurangi peradangan, dan keletihan.

Jadi secara fisiologis, ibu hamil dan menyusui akan merasakan beban berlebih pada pagi hari (karena masih mengantuk) dan rasa lapar haus menjelang siang yang lebih berat. Jika kondisi ini diperberat dengan kurang jam istirahat atau tidur, berarti membatasi kemampuan tubuh untuk memperbaiki kerusakan jaringan, serta mengurangi energi dan stamina untuk esok harinya.

Oleh karena itu, sebaiknya diupayakan cukup tidur karena aktivitas ini akan memulihkan sel-sel otot termasuk jantung, ginjal, sumsum merah tulang, lambung, dan otak. Sebaliknya, tidur yang berlebihan akan membuat tinus otot berkurang, eksitasi sel saraf dan hormon kortisol menurun sehingga jadi loyo, kulit wajah kering, dan tidak segar.

Ketika berpuasa, tetaplah aktif melakukan kegiatan sehari-hari, tidak bermalas-malasan. Aktivitas ini dapat merangsang pengeluaran hormon-hormon antiinsulin yang berfungsi melepas gula darah dari simpanan energi, sehingga kadar gula darah tidak menurun. Jadi, tetap bugar sepanjang hari.

Pada anak-anak pun idealnya ada selingan kegiatan misalnya pagi hari mengikuti pesantren kilat atau kursus sampai tengah hari, dilanjutkan tidur siang (1-2 jam), belajar (1-2 jam), dan bermain/olah raga (1-2 jam). Dengan begitu, pada jam 17.30 anak-anak sudah dalam keadaan bersih, segar, dan puas, sambil menunggu waktu berbuka puasa. Pada ibu hamil dan menyusui, bisa istirahat setelah pulang kantor atau mengerjakan tugas-tugas rumah tangga sekira 1-2 jam sebelum berolah raga atau sekadar melakukan peregangan tubuh agar tetap segar.

Olah raga rekreasi di sore hari adalah salah satu alternatif kegiatan untuk mendapatkan kepuasan, kegembiraan, dan kesehatan. Jadi, sangat pas dilakukan pada bulan puasa, seperti jalan-jalan, joging, bersepeda, senam, main sepatu roda, memancing, main catur, dan lain-lain. Meski dalam keadaan puasa, olah raga dibutuhkan guna mempertahankan kebugaran jasmani. Berpuasa selama sebulan penuh tanpa olah raga akan mengganggu rangkaian fungsi tubuh, mulai dari penurunan kadar Hb, kekuatan otot, daya tahan jantung dan paru-paru, sampai gangguan kekebalan tubuh.

Tentu, olah raga untuk ibu hamil berbeda. Pertama, dalam keadaan sehat, tidak terdapat gangguan kehamilan yang membahayakan janin dan ibu hamil. Kedua, usia kehamilan telah melewati masa krisis pertama, yaitu lebih dari 3 bulan dari kehamilan sampai usia 9 bulan kehamilan. Ketiga, olah raga yang dilakukan tidak memiliki unsur loncatan dan kekuatan yang ekstrem.

Oleh karena itu, jenis olah raga yang sangat dianjurkan untuk ibu hamil saat puasa adalah jalan-jalan, senam hamil, atau peregangan khusus bila jalan dan senam tidak dapat dilakukan. Semua gerakan dilakukan secara lambat namun bertenaga. Jangan lupa, sebaiknya tidak menahan napas setiap kali mekukan gerakan.

Manajemen makan

Karena pada saat berpuasa racun sumber penyakit terbuang, keluhan gangguan kesehatan pun akan berkurang. Jangan khawatir, puasa takkan menyebabkan orang jadi kelaparan atau kekurangan gizi. Pasalnya, kelaparan atau kekurangan gizi baru tampak setelah tiga atau empat bulan, sedangkan puasa hanya berlangsung selama 30 hari.

Pada saat puasa memang akan terjadi dehidrasi akibat kekurangan air. Akan tetapi, tubuh akan melakukan adaptasi sehingga hal tersebut tidak berkepanjangan. Untuk mencegahnya, sempatkan minum cukup pada saat sahur dan buka puasa, yaitu sekira 3-4 gelas. Kebutuhan tubuh akan cairan juga dapat terpenuhi makanan mengandung air, seperti sayuran dan buah-buahan segar.

Benar, sahur merupakan saat yang kurang menyenangkan untuk makan, lantaran rasa kantuk yang menerjang. Akan tetapi, bagaimanapun, sahur tetap perlu demi stabilitas pasokan energi sepanjang siang. Untuk itu, menu sahur sebaiknya menarik dalam rupa dan rasa, serta mengandung gizi lengkap. Tanpa sahur, persediaan energi untuk siang hari berada di titik krisis, hanya cukup untuk kira-kira dua jam setelah bangun tidur. Ini bisa menurunkan gairah kerja.

Untuk berbuka puasa, pilihlah makanan manis dan mudah dicerna seperti puding, kolak, manisan, dan lain-lain. Selain tidak mengejutkan perangkat pencernaan yang sempat beristirahat selama kira-kira 14 jam, makanan bercita rasa manis juga mampu menormalkan kembali kadar gula darah. Marhaban ya Ramadan! (Rinrin R. Khaltarina)***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home