DHA DAN AA PADA SUSU FORMULA
DHA DAN AA PADA SUSU FORMULA
Riset yang terus menerus dilakukan terhadap kandungan susu formula, memperlihatkan temuan baru. Ternyata, penambahan DHA (docosahexaenoic) dan AA (arachidonic acid) yang biasa dilakukan para produsen susu formula dianggap tidak perlu.
Setidaknya, itulah yang dikemukakan oleh Dr. Alan Lucas, Direktur Pusat Penilitian Nutrisi Anak-anak MRC, London dalam Konggres Nasional Ilmu Kesehatan Anak ke XI di Jakarta, awal Juli ini. Dokter Lucas mengemukakan, bahwa penambahan DHA dan AA pada susu formula, ternyata tidak terbukti meningkatkan kemampuan penglihatan dan sistem saraf bayi.
Penelitian dokter Lucas sejalan dengan hasil penelitian Ross Paediatric Lipid Study di Amerika Serikat pada tahun 1997 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan pertumbuhan dan fungsi penglihatan pada bayi yang diberi DHA dan AA di 12 bulan pertama. Dewan Pakar dari Amerika Serikat dan Canada, pada tahun 1998 juga menyimpulkan bahwa tidak ada cukup bukti-bukti ilmiah untuk mendukung penambahan DHA dan AA pada formula untuk bayi yang lahir normal.
Sebenarnya DHA dan AA bisa diperoleh lewat asam-asam lemak esensial, dari nabati dan hewani yang dikomsumsi ibu sejak ia hamil. Bila ibu pada saat hamil rajin mengkomsumsi lemak esensial ini, pembentukan DHA dan AA pada bayi akan terbentuk dengan sendirinya karena asam-asam lemak esensial ini merupakan perintis DHA dan AA.
Menurut dokter Lucas, ensim yang berfungsi untuk proses biosintesa asam-asam lemak esensial menjadi DHA dan AA sudah tersedia di sistem syaraf pusat dan hati di janin dan bayi. DHA dan AA adalah komponen yang sangat berguna dalam pembentukan sistem syaraf pusat yang terdapat di otak. Umur 0 hingga dua tahun, seorang bayi mengalami perkembangan otak yang sangat cepat, melewati pertumbuhan bagian-bagian tubuh lainnya.
ada artikel buluk tentang AA dan DHA sebagai berikut:
> JAKARTA, JUM'AT 22 SEPTEMBER 2000
> HARIAN MEDIA INDONESIA - HAL 9
>
> DHA SULIT DISERAP BAYI
> JANGAN TERPENGARUH IKLAN SUSU
>
> JAKARTA (MEDIA) : Tingkat konsumsi Docosahexanoic Acid (DHA) yang
> berlebihan akan membahayakan metabolisme tubuh. Sebab tubuh terpaksa
> dibebani pekerjaan yang lebih berat untuk mengeluarkan asam lemak
> esensial tersebut.
>
> Spesialis penyakit anak Dr. Utami Roesli MBA, mengutip hasil penelitian
> yang dilaksanakan di Australia, Amerika Serikat maupun Eropa, bahwa di
> tiga kawasan negara maju ini, belum dihasilkan efektifitas dari penambahan
> DHA dalam produk susu maupun makanan bayi dan anak-anak termasuk
> untuk ibu hamil. "Jadi belum ada anjuran untuk menambahkan unsur asam
> linoleat dan asam linolenat itu ke dalam susu", ujarnya kepada Media,
> kemarin di Jakarta. Lebih jauh ditegaskan, seperti juga lemak susu sapi,
> maka asupan DHA tsb. tersebut bukan merupakan ikatan rantai panjang,
> sehingga masih sulit diserap oleh pencernaan bayi. Terlebih lagi, katanya,
> karena susu yang akan dikonsumsi ini harus dibuat dengan menggunakan
> air panas hingga mengalami proses pemanasan. Akibatnya, aktifitas enzim
> desaturase dan elongase yang memfasilitasi pembentukan DHA dalam tubuh
> secara otomatis hancur.
> Karena itu, Utami, sebagai pakar air susu ibu (ASI) mengingatkan kepada
> masyarakat, khususnya kaum ibu, supaya jangan terpengaruh terhadap iklan
> susu dan makanan pendamping ASI yang mengandung DHA dengan iming-
> iming mampu meningkatkan kecerdasan bayi.
> "Asam lemak esensial tersebut justru cukup terkandung dalam ASI, bahkan
> unsur DHA-nya tergolong ikatan rantai panjang yang sangat mudah diserap
> pencernaan bayi", ujarnya. Karena itu dia menganjurkan agar bayi diberikan
> ASI sejak lahir sampai umur 4 bulan, karena asam lemak ASI juga terdiri
> dari
> asam arakidonat. "Berarti, kandungannya melebihi unsur asam linoleat dan
> asam linolenat".
> Setelah empat bulan, katanya, bayi dapat diberikan tempe yang mengandung
> pula asam linoleat maupun asam linolenat karena lemaknya termasuk ikatan
> rantai panjang. Utami menjelaskan, setelah mencapai umur enam bulan, bayi
> juga dapat diberikan ikan laut, yang secara alami mengandung pula kedua
> asam lemak itu tanpa harus mengonsumsi susu formula.
>
> Menyesatkan
>
> Ketua Lembaga Peningkatan Penggunaan ASI Rumah Sakit Saint Carolus ini
> mengakui, semboyan "Empat Sehat Lima Sempurna" yang berlaku sejak dulu
> dinilai telah menyesatkan masyarakat. "Orang beranggapan konsumsi makanan
> sehari-hari belum sempurna jika tidak minum susu. Susu bukan berarti tidak
> penting, namun bukan segala-galanya", tegasnya lagi. Dia bahkan melihat
> iklan
> susu maupun makanan bayi dan anak-anak yang diimplementasi dengan DHA
> cenderung menyesatkan masayarakat, karena produsen memanfaatkan
> kebodohan konsumen yang tak memahami manfaat sesungguhnya dari
> unsur tambahan tersebut.
>
> Sementara, kalangan spesialis gizi di Indonesia umumnya menyatakan masih
> awam terhadap kandungan DHA dalam susu. Karena sampai sejauh ini, belum
> pernah dilakukan penelitian tentang manfaatnya.
> Dokter Soebagyo Sumodihardjo MSc, pakar gizi dari bagian Ilmu Gizi
> Fakultas
> Kedokteran Universitas Indonesia, mengungkapkan pihaknya baru mengetahui
> hal itu dari media massa.
> Ketika ditemui Media usai pembukaan lokakarya "Pemerataan serta
> Peningkatan
> Pemanfaatan Lulusan Pendidikan Tenaga Kesehatan di Sektor Non-Departemen
> Kesehatan dan Kesejahteraaan Sosial" kemarin di Jakarta, dia belum
> bersedia
> dimintai komentarnya. "Saya baru mengkliping dan belum membaca literatur",
> ujarnya. Dia berjanji memberitahukan hal tersebut seminggu kemudian
> setelah
> segala informasi dikumpulkan dari berbagai sumber.
>
> Spesialis Anak Dr. Sri S. Nasar sebelumnya menginformasikan bahwa
> overdosis
> DHA pada manusia, sejauh ini baru terlihat dialami orang Eskimo yang
> banyak
> mengkonsumsi ikan laut. Dikatakan bahwa gejalanya berupa perdarahan, mirip
> flek-flek berwarna kebiruan di kulit. "Efek yang lain baru ditemukan pada
> monyet
> maupun tikus, tapi gejalanya berbeda
0 Comments:
Post a Comment
<< Home