Saturday, July 16, 2005

GERAKAN NASIONAL KELUARGA BERSIH PORNOGRAFI

Akan berhasil hanya jika pihak-pihak berwenang dan keluarga berkomitmen membentuk generasi muda yang nantinya memiliki mental dan kehidupan seksual yang sehat.


Masalah pornografi memang semakin merebak melalui berbagai media informasi yang teramat mudah diakses masyarakat. Entah itu lewat media massa maupun media elektronik, bahkan ponsel dan perangkat telekomunikasi lainnya. Tak jarang bacaan anak-anak pun disusupi meski secara terselubung.

Kondisi seperti ini amatlah mengkhawatirkan sekaligus memprihatinkan. Demikian diungkap oleh pemerhati keluarga, Ratna Megawangi, Ph.D, dari Indonesia Heritage Foundation. Mengapa demikian? Ade Armando dari Komite Penyiaran Indonesia menjelaskan, pornografi pada dasarnya adalah materi berupa kata-kata maupun tampilan dan tayangan sensual di media massa yang dengan sengaja ditujukan untuk membangkitkan hasrat seksual.

Memang, ada segelintir kalangan yang menganggap sensualitas sebagai sesuatu yang wajar sehingga tak perlu dipermasalahkan sepanjang memperlihatkan batas-batas kesopanan dan mengedepankan keindahan. Lain hal bila sensualitas itu dieksploitasi sedemikian rupa sehingga masuk kategori porno. Silang pendapat mengenai hal ini masih terus berlangsung sampai sekarang.

Padahal, tandas Ade, semestinya bukan masalah indah atau tidaknya yang dianggap penting dalam batasan pornografi. Melainkan penekanan bahwa pornografi pada intinya adalah semua hal atau materi yang bisa membangkitkan hasrat seksual, termasuk dampaknya yang bisa diakibatkan pada publik. Ade tak mengingkari besarnya dampak negatif pornografi pada masyarakat, terlebih pada anak. Hal ini mungkin terjadi jika materi pornografi sering terekspos sedemikian terbuka.

Ingat, anak-anak memiliki dorongan besar untuk meniru dan mencoba-coba apa yang dilihatnya. Peniruan dan aksi coba-coba inilah yang membuka peluang untuk merusak proses pembentukan kedewasaan si anak. Selanjutnya, dalam kehidupan bermasyarakat sangat mungkin akan timbul penyimpangan perilaku-perilaku seksual maupun perilaku yang kurang/tidak bermoral. Belum lagi rentetan akibat berikutnya berupa peningkatan penyakit akibat hubungan seks bebas seperti HIV/AIDS dan sebagainya.

Mengingat dampak negatif yang begitu besar dan meluas pada bangsa ini mau tidak mau diperlukan upaya ekstrakeras dan kesediaan bahu-membahu semua pihak untuk memberantasnya. Jadi, menurut Ade, beban berat ini tak bisa sepenuhnya dilimpahkan pada keluarga.

SESUAI DEPARTEMEN TERKAIT

Pornografi yang dewasa kini kian merebak disinyalir masuk melalui beberapa pintu. Di antaranya daerah perbatasan, pariwisata dan budaya, sistem informasi, dan lemahnya sistem keamanan serta aparat yang ada. Demikian dikemukakan Menteri Pemuda dan Olahraga, Adhyaksa Dault saat dihubungi berkaitan dengan pernyataannya mengenai gerakan nasional ini saat Apel Akbar Muslimah Surakarta di Lapangan Kottabarat, Solo, Sabtu (7/5).

Guna memberantas masalah pornografi dan pornoaksi pemerintah membentuk Pusat Penanggulangan Pornografi dan Pornoaksi (P4) dari tingkat pusat hingga daerah. Menurut Adhyaksa, dalam praktiknya, gerakan keluarga bersih pornografi ini merupakan kerja sama lintas sektoral antara beberapa kementrian. Di antaranya Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen Pendi- dikan Nasional, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kepolisian RI sebagai ujung tombaknya.

Adapun program yang dijalankan oleh masing-masing kementerian disesuaikan dengan program kerja departemen terkait. Contohnya Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengandalkan UU Pers yang didalamnya termaktub kode jurnalistik yang mengatur soal-soal penayangan di media elektronik maupun deskripsi penulisan artikel di media massa. Sementara Kementrian Pemuda dan Olahraga, melalui pemberdayaan anak dan remaja dalam berbagai kegiatan olahraga, serta pemecahan solusi lainnya.

"Gerakan Nasional ini memang akan berjalan lama. Karena memang tidaklah mudah untuk mencapai suatu perubahan yang drastis. Jadi, harus diupayakan dengan pendekatan secara perlahan namun tetap dengan sikap optimis," ungkap Adhyaksa yang mencanangkan gerakan ini sejak Juni lalu.

KELUARGA SEBAGAI PENJAGA MORALITAS

Baik Adhyaksa maupun Ade setuju bahwa masalah pornografi tak bisa ditanggulangi secara parsial alias sepihak saja. Menurut Ade, agar dapat membantu meredam penyebaran pornografi, aparat hukum haruslah bertindak tegas dibarengi dengan upaya penegakan hukum itu sendiri. Keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat, tambah Adhyaksa, juga memainkan peran penting karena siapa yang akan menjaga moralitas generasi bangsa jika tidak dimulai dari dalam keluarga?

Sayangnya, kata Ratna, "Kita tidak bisa sepenuhnya membuat lingkungan keluarga 'steril' dari masalah pornografi. Namun setidaknya orang tua dapat memberi 'imunisasi' yang ampuh kepada anak agar dapat mem-bentengi dirinya dari pengaruh buruk." Caranya? Antara lain dengan menanamkan nilai-nilai mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak, disertai upaya untuk menjalin hubungan baik dengan anak lewat komunikasi yang hangat dan terbuka. Jika orang tua memberi pembekalan yang baik kepada anaknya, mereka diharapkan mampu dengan sendirinya memasang filter terhadap pengaruh buruk yang masuk.

UNTUK PENDIDIKAN SEKS?

Akibat seringnya masalah pornografi terekspos sedemikian terbuka, tak mustahil anak yang kritis akan banyak mempertanyakan hal-hal seputar ini. Mau tidak mau orang tua harus siap dan mampu menjawabnya dengan benar. Tentu saja cara penyampaiannya harus bijak dan disesuaikan dengan usia si anak.

Kalaupun ada pasangan suami-istri yang membutuhkan media semacam ini untuk menjaga keharmonisan hubungan mereka, hendaknya mampu bersikap ekstrahati-hati agar tidak terekspos pada anak. Media yang diperlukanpun tentunya yang menampilkan kehidupan seksual yang sehat dan normal, dalam arti bukan termasuk bentuk-bentuk pornografi yang menjijikkan dan bersifat vulgar maupun mengan-dung banyak unsur pelecehan terhadap perempuan seperti yang banyak beredar di masyarakat.

Dedeh Kurniasih. Ilustrator: Pugoeh


0 Comments:

Post a Comment

<< Home