Saturday, July 16, 2005

SEMBARANG MINUM OBAT DAPAT MEMICU ALERGI

Biduran, bercak kemerahan, pilek dan sesak napas merupakan beberapa gejala akibat alergi obat. Waspadai jika si kecil mengalami tanda-tanda ini setelah minum obat.


Suatu ketika Vani membawa Rita, putrinya yang berusia 4 tahun, ke dokter karena mengalami demam tinggi. Saat akan diberi resep, pertanyaan sang dokter sedikit membuatnya terperangah, "Apa anak ibu ada alergi obat?" Vani agak sangsi menjawab "Kayaknya sih enggak ada deh, Dok. Tapi bagaimana saya bisa tahu apakah anak saya alergi obat atau tidak?" Pertanyaan Vani bisa jadi pertanyaan kita semua.

Alergi obat terjadi karena tubuh menolak zat tertentu yang terkandung dalam suatu obat. Obat-obatan yang dianggap paling sering menimbulkan alergi di antaranya, antibiotika penisilin, sulfonamid, obat analgetik (penghilang rasa sakit), serta obat antipiretik (penurun panas). Karena jenis obat-obatan tersebut termasuk yang paling banyak beredar di masyarakat, jangan heran kalau risiko pasien yang mengalami alergi obat makin besar. Baik obat bebas maupun obat resep sama-sama berisiko menimbulkan alergi.

Cara pemberian obat pun berpengaruh dalam memunculkan alergi. Di antara obat oral (melalui mulut), obat topikal (oles/semprot), obat yang diteteskan, dan obat yang disuntikkan. Yang memiliki kans terbesar sebagai pemicu alergi adalah obat yang diberikan dengan cara disuntik karena biasanya langsung bereaksi terhadap tubuh.

Penting diketahui juga, alergi obat hanya terjadi pada anak yang memiliki bakat alergi. Mengenai kapan terjadinya tak bisa diprediksi atau diduga sebelumnya. Dengan kata lain bagi penderita alergi, obat merupakan "zat asing" yang harus diperhatikan dan diwaspadai, sama halnya dengan alergen (pencetus alergi) lain seperti udara, debu, atau makanan.

GEJALANYA BERAGAM

Reaksi akibat alergi obat sebenarnya tak muncul secara tiba-tiba tetapi melalui proses yang disebut sensitisasi. Maksudnya, seseorang menjadi sensitif/rentan mengalami alergi lantaran sering mengonsumsi obat-obatan tertentu. Contohnya begini. Jika setiap kali sakit si kecil selalu diberi obat A, lama-kelamaan obat tersebut bukannya menyembuhkan namun justru akan bereaksi secara negatif. Sebaliknya, jika obat A hanya dikonsumsi sekali dua kali saja, kemungkinan menimbulkan alergi sangatlah kecil.

Namun jangan lupa, ini hanya berlaku bagi anak yang memiliki bakat alergi; tidak terjadi pada semua orang/anak. Si kecil yang bukan penderita alergi tidak akan berisiko mengalami alergi obat meski harus mengonsumsi suatu obat secara kontinu.

Gejala alergi obat pun sangat individual; berbeda pada setiap orang. Yang paling sering dialami adalah gangguan pada kulit seperti biduran, eksim, bintik-bintik atau bercak kemerahan. Sementara reaksi yang muncul pada saluran pencernaan biasanya berupa diare. Gangguan pada saluran pernapasan di antaranya pilek, bersin-bersin, hidung tersumbat, bahkan sesak napas. Gejala yang cukup parah akan terjadi jika sudah mengganggu sistem kerja jantung karena dapat menimbulkan syok dan hipotensi (tekanan darah terlalu rendah). Gangguan pada pembuluh darah seperti itu dapat menimbulkan kematian.

Pada umumnya orang tua tidak menyangka gejala-gejala yang timbulterlebih pada reaksi alergi yang masih tergolong ringan, seperti biduran, diare, pilek dan lainnyasebagai reaksi penolakan tubuh si kecil terhadap obat yang diberikan. Tanpa sadar, obat tersebut terus dikonsumsi yang akhirnya justru makin membahayakan.

TES ALERGI

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Salah satu caranya dengan melakukan tes alergi. Tes ini dianjurkan bagi seseorang yang memiliki bakat alergi untuk mengetahui faktor pencetus alerginya; apakah debu, makanan, udara dan sebagainya, termasuk obat-obatan. Namun khusus tes alergi terhadap obat-obatan hingga saat ini masih terbatas pada beberapa jenis obat saja, termasuk penisilin.

Jalan lain adalah dengan uji coba obat pada si kecil. Tentu saja, uji coba ini harus dilakukan di rumah sakit agar setiap reaksi yang muncul dapat segera diantisipasi. Sayang, cara ini butuh proses yang lama. Kendala lain, karena jenis obat sungguh banyak, tak mungkin melakukan tes terhadap semua obat. Tes ini juga harus atas persetujuan orang tua.

Yang jelas, kalau dalam riwayat keluarga ada penderita alergi, entah ayah atau ibu, maka si kecil pun kemungkinan menjadi penderita alergi juga. Untuk itu, waspadailah setiap kali memberinya obat.

HENTIKAN OBAT ALERGEN

Hal lain yang mesti dicermati adalah segera hentikan pemakaian obat sewaktu melihat si kecil mengalami gejala-gejala alergi obat yang sudah dijabarkan tadi. Umumnya, pada kasus alergi ringan, jika obat sudah dihentikan maka gejala alergi pun akan hilang dengan sendirinya.

Berikut langkah-langkah selanjutnya jika si kecil diduga mengalami alergi obat:

* Segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui apakah reaksi/ gejala yang muncul memang disebabkan obat atau karena faktor lainnya. Hentikan mengonsumsi obat tersebut karena reaksi yang ditimbulkan, bila ternyata ia memang alergi obat, bisa membuat kondisi si kecil makin parah.

* Jika kemudian diketahui penyebabnya memang alergi obat, biasanya dokter akan memberikan antialergi seperti antihistamin atau obat kortikosteroid. Obat-obatan ini penting untuk menekan gejala alergi dan memperbaiki kondisi kesehatan secara umum si penderita.

* Obat antialergi yang diberikan bergantung pada gejala yang muncul. Jika si kecil mengalami reaksi alergi berupa biduran dan rasa gatal, biasanya gangguan ini ditangani dengan pemberian chlorpheniramin maleat (CTM). Kalau disertai gejala asma, diberi obat antiasma. Sedangkan bila penderita sampai syok berat diberi suntikan adrenalin dan diinfus jika memang diperlukan.

* Perlu diingat pula, obat antialergi hanya dapat menghilangkan gejala sesaat. Selama faktor pencetus alergi masih dikonsumsi, maka alergi akan muncul kembali bahkan mungkin dengan gejala yang lebih hebat lagi. Jadi jangan mengonsumsi kembali obat-obatan yang sudah jelas-jelas memunculkan alergi.

MENCEGAH LEBIH BAIK

Berikut ini langkah pencegahan yang bisa dilakukan agar si kecil tidak mengalami alergi obat:

* Perhatikan riwayat kesehatan keluarga. Jika salah satu atau kedua orang tua pernah mengalami alergi obat, beritahukan atau informasikan pada dokter yang memeriksa si kecil. Bakat alergi tersebut kemungkinan menurun pada anak. Penderita alergi suatu obat biasanya akan mendapat surat keterangan/catatan di dalam rekam medisnya agar saat berobat tak diberi obat alergen.

* Catat dengan baik obat apa saja yang pernah digunakan dan menimbulkan alergi. Catat juga obat yang "aman" atau tak menimbulkan alergi. Kalau memang ada riwayat alergi penisilin, umpamanya, mintalah pada dokter untuk meresepkan antibiotika lain yang tidak mengandung penisilin.

* Jangan minum obat sembarangan. Apalagi obat-obatan yang memang harus berdasarkan resep dokter.

* Minumlah obat seperlunya saja. Jangan setiap kali merasa sakit lalu minum obat sebanyak-banyaknya.

* Langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah mencegah terjadinya alergi obat. Jadi sekali lagi, hindari obat alergen atau pencetus alergi.

STEVEN JOHNSON SYNDROME

Sindrom ini ditandai dengan kulit yang mengelupas atau melepuh, membengkak dan bila "pecah" dapat menimbulkan infeksi. Dampak yang lebih parah malah bisa menimbulkan kematian. Banyak yang menduga Steven Johnson Sindrom disebabkan alergi obat. Apakah benar obat biang keladinya? Hingga sekarang belum bisa dipastikan apakah gara-gara obat atau bukan. Kepastiannya masih dalam penelitian dan dugaan-dugaan karena bisa saja gangguan itu timbul lantaran virus dan sebagainya. Jadi sejauh ini masih sulit dibuktikan apa sebenarnya yang menjadi penyebab sindrom tersebut.

ALERGI OBAT BEDA DENGAN KERACUNAN OBAT

Alergi obat bukan keracunan obat. Keracunan obat muncul jika konsumsi obat melebihi dosis yang ditentukan. Sedangkan pada alergi obat, pemberian dengan dosis yang normal pun bisa saja menimbulkan reaksi negatif. Dengan kata lain, munculnya alergi obat tidak bergantung pada tinggi atau rendahnya dosis yang diberikan.

Alergi obat juga berbeda dari efek samping obat. Efek samping adalah gangguan yang bisa terjadi setelah minum obat dan dapat diprediksi sebelumnya. Misalnya, suatu obat dapat menimbulkan kantuk. Alergi obat jelas-jelas tak bisa diduga sebelumnya.

Hilman Hilmansyah. Foto: Iman/NAKITA

Konsultan Ahli:

dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K)

dari Subbag Alergi Imunologi Bag. Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

0 Comments:

Post a Comment

<< Home