Saturday, July 16, 2005

DETEKSI KETERLAMBATAN DENGAN UJI SKRINING

Upaya deteksi kemampuan dasar merupakan langkah yang sangat penting. Salah satunya untuk mengetahui apakah si kecil mengalami keterlambatan atau tidak

Sebenarnya anak yang bagaimana yang dianjurkan menjalani uji skrining? Tentu saja anak-anak yang perkembangannya tampak normal. Uji skrining perkembangan anak adalah suatu tes atau prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar anak. Tes ini dilakukan oleh seorang ahli sebagai deteksi awal untuk mengetahui apakah si kecil me-ngalami gangguan perkem-bangan atau tidak. Jika hasil skrining menunjukkan anak mengalami keterlambatan perkembangan, maka dapat segera dirujuk untuk didiagnosis lebih lanjut serta menjalani terapi yang tepat sedini mungkin. Jadi, anak yang jelas-jelas terdeteksi mengalami gangguan tentu saja tak perlu lagi mengikuti uji skrining ini.

Pertanyaan lainnya adalah anak usia berapa yang bisa diskrining? Jawabannya anak usia 0 sampai 6,5 tahun karena di usia inilah proses perkembangan terjadi begitu pesat. Dengan begitu hasilnya akan jelas, mana anak yang tahapan perkembangannya normal dan mana yang tidak.

Uji skrining perkembangan (Development Screening Test) terdiri atas 105 unsur tes yang dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:

1. Perkembangan Personal Sosial

Untuk mengindikasikan kemampuan si kecil berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain/lingkungannya serta menilai bagaimana kemandiriannya.

2. Perkembangan Motorik Halus

Untuk menilai kemampuan anak dalam mengoordinasikan mata dan kedua tangannya. Contohnya untuk menggambar, menjimpit kismis, mencoret, menyusun balok, dan sejenisnya.

3. Perkembangan Bahasa

Untuk menilai kemampuan anak mendengar atau merespons suara, berbicara dan mengikuti perintah.

4. Perkembangan Motorik Kasar

Untuk menilai kemampuan anak seperti jalan, melompat, dan sebagainya.

PROSEDUR PELAKSANAAN SKRINING

Berikut prosedur pelaksanaan uji skrining:

* Langkah awal yang dilakukan penguji adalah menjelaskan pada orang tua maupun mengasuh bahwa skrining ini bukanlah tes intelegensia. Akan tetapi, merupakan tes untuk melihat perkembangan anak. Konkretnya, apa saja yang sudah dapat dilakukan anak sesuai dengan usianya.

* Selanjutnya suasana tes akan dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa aman dan nyaman. Salah satu caranya, anak duduk di pangkuan orang tua sementara di hadapannya kecenderungan normal atau tidak.

PROSEDUR PELAKSANAAN TES

Setelah melewati prosedur tersebut, dimulailah pelaksanaan tes dengan urutan sebagai berikut:

* Tes diawali dengan aspek personal sosial. Hal ini untuk memberi kesempatan pada anak menyesuaikan diri, khususnya dengan penguji. Penguji juga dapat melakukan wawancara dengan orang tua atau pengasuh mengenai tingkah laku anak sehari-hari.

* Selanjutnya adalah pengujian dari aspek gerak motorik halus. Anak dapat langsung diberi alat-alat tes, dimulai dari alat yang menarik perhatian mereka.

+ Kemudian beralih ke sektor bahasa. Setelah uji personal sosial dan motorik halus, diharapkan anak sudah lebih beradaptasi dan sudah mau berkomunikasi atau berbicara dengan penguji serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

+ Terakhir adalah menguji gerak motorik kasar.

Penting untuk diingat, pengujian untuk setiap sektor dimulai dari unsur tes yang relatif paling mudah dilakukan anak. Selanjutnya, secara bertahap diberikan tes-tes yang tergolong sulit. Bila anak melakukan 3 kali kesalahan pada satu tes, maka tetap akan dilanjutkan pada unsur tes berikutnya. Secara umum memang anak dibolehkan untuk melakukan tiga kali tes pada setiap unsur tes. Anak yang tak berhasil melakukan salah satu tes belum tentu dinilai gagal karena hasil keseluruhan tes harus dilihat. Selain itu, penguji juga mencatat bagaimana respons anak, semisal kerja sama, perhatian, tingkah laku, rasa percaya diri, maupun tingkat kegugupannya.

JENIS PENILAIAN

Ada 4 jenis penilaian yang diberikan untuk setiap satu unsur tes, yaitu P (Pass/lulus), F (Failure/gagal), R (Refusal/menolak) atau OP (No Opportunity/tidak ada kesempatan). Keterlambatan perkembangan (scoring delays) terlihat bila sebuah unsur tes gagal dimana sebenarnya 90 persen anak-anak pada usia yang sama berhasil atau lulus. Hasil tes akhir bergantung pada hasil jumlah delay. Dari 4 tes tadi akan disimpulkan hasilnya, yaitu normal, questionable (dipertanyakan), abnormal atau untestable ( tidak dapat dites).

Pada akhir tes, orang tua akan ditanya oleh penguji apakah yang dilakukan anak selama tes memang sesuai dengan tingkah laku atau kemampuan si anak sehari-hari. Bila ternyata ada beberapa unsur tes yang memperoleh scoring delays, maka dianjurkan untuk melakukan skrining lagi dalam jangka waktu dua minggu kemudian untuk memastikan keterlambatannya.

CONTOH TES

Berikut beberapa contoh pelaksanaan dan petunjuk penilaian unsur tes untuk bayi dan batita:

Personal Sosial

* Tersenyum menanggapi

Pelaksanaan: Penguji tersenyum dan berbicara pada anak tanpa menyentuhnya.

Penilaian: Lulus bila anak membalas tersenyum. Jika anak tak tersenyum, tanyakan pada orang tua apakah anak dapat tersenyum tanpa disentuh dulu.

Pertanyaan: Apakah anak tersenyum ketika Anda tersenyum padanya walaupun Anda tak menyentuh atau menggendongnya?

* Bermain bola

Pelaksanaan: Gulingkan bola ke arah anak dan coba minta padanya untuk menggulingkan atau mendorong kembali boal itu ke arah penguji.

Penilaian: Lulus bila anak menggulingkan atau mendorong bola kembali ke arah penguji. Apabila anak mengembalikan dengan membawa bola itu ke penguji, maka tes ini gagal.

Gerakan Motorik Halus

* Menggenggam mainan

Pelaksanaan: Sentuhkan mainan di atas punggung tangan atau ujung-ujung jari anak saat dia berbaring atau dalam pangkuan/gendongan orang tuanya.

Penilaian: Lulus, bila anak meraih dan menggenggam mainan itu untuk beberapa detik.

* Mengambil dua kubus

Pelaksanaan: Letakkan dua kubus di atas meja di depan anak. Katakan pada anak untuk mengambilnya.

Penilaian: Lulus, apabila anak mengambil dua kubus dan menggenggamnya di kedua tangannya (kiri dan kanan) pada waktu bersamaan. Jika hal ini tak terjadi, tanyakan pada orang tuanya apakah anak dapat mengambil dua benda kecil yang dapat digenggam seperti itu.

Pertanyaan: Apakah anak dapat mengambil dua benda pada saat posisi duduk dan menggenggamnya dalam setiap tangannya pada saat bersamaan?

Bahasa

* Respons pada bunyi bel

Pelaksanaan: Pegang bel di suatu tempat yang tak terlihat anak (bisa disamping atau sedikit di belakang telinganya). Bunyikan bel dengan lembut. Jika anak tampak tak memperhatikan, coba lagi.

Penilaian: Lulus, apabila anak memperlihatkan perubahan apa pun saat ia mendengar bunyi bel, seperti gerakan mata, kecepatan bernapas, atau perubahan lainnya.

Tertawa

Pelaksanaan: Selama tes, amati apakah anak tertawa keras.

Penilaian: Lulus, apabila anak tertawa keras tanpa digelitik. Jika tak terdengar, tanyakan pada orang tua anak.

Pertanyaan: Dapatkah anak tertawa keras tanpa Anda menggelitiknya?

Gerakan motorik kasar

* Telungkup, dada terangkat, tangan menopang

Pelaksanaan: Posisikan anak telungkup pada permukaan yang rata

Penilaian: Lulus, apabila anak mengangkat kepala dan dadanya ke atas serta menegakkan tangannya untuk menopang badan sehingga wajahnya memandang lurus ke depan.

* Melempar bola

Pelaksanaan: Katakan pada anak untuk melempar bola pada penguji dengan menggunakan gearkan tangan ke arah atas.

Penilaian: Lulus, apabila anak berdiri sekitar 3 kaki dari penguji dan melempar bola tersebut ke atas penguji di antara lutut dan wajahnya. Tidak dapat dinilai jika anak menolak melempar ke arah penguji tapi membuang bola jauh ke arah lain.

Konsultan Ahli: Yuliana Hanaratri, BSN, MAN,

dari Mario Carlo Development Screening Test Center,

sekaligus praktisi keperawatan STIK St. Carolus, Jakarta

GUNAKAN PEDIATRIC SYMPTOM CHECKLIST UNTUK TES DI RUMAH

Agar tak terlambat mengenali keterlambatan perkembangan anak, orang tua bisa menggunakan metode Pediatric Symptom Checklist (PSC). Caranya dengan mengisi PSC yang terdiri atas 35 pertanyaan seputar perilaku anak. Masing-masing pertanyaan tadi mengindikasikan sesuatu, sedangkan jumlah nilai yang diperoleh akan memberi gambaran apakah yang bersangkutan memerlukan observasi lebih lanjut atau tidak.

Namun ingat, fungsi PSC hanyalah indikator awal. Penanganan selanjutnya adalah segera membawa si anak ke dokter bila nilai yang diperoleh tak sesuai dengan standar yang dikategorikan wajar. Perlu dicatat, PSC ini efektif untuk diterapkan pada anak usia 4-16 tahun.

Narasumber:

Dr. Soedjatmiko, Sp. A(K), M.Si.,

dari Bagian IKA FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

DAFTAR PERTANYAAN

Berikut 35 pertanyaan yang harus diisi orang tua:

1. Anak sering mengeluh nyeri pada beberapa bagian tubuh. Lokasi rasa nyeri sering berpindah tanpa sebab yang jelas.

2. Anak lebih sering menyendiri.

3. Anak sering cepat merasa lelah dan seperti tidak bertenaga.

4. Anak sering terlihat gelisah dan tidak bisa duduk tenang.

5. Anak sering bermasalah dengan guru.

6. Anak terlihat kurang berminat atau kurang terlibat dalam kegiatan di sekolah.

7. Anak terlihat berperilaku seperti dikendalikan oleh motor (selalu bergerak ke sana kemari).

8. Anak terlihat banyak melamun.

9. Perhatian anak mudah beralih atau sering terlihat bingung.

10. Anak sering takut pada suasana baru.

11. Anak sering terlihat sedih atau tidak gembira.

12. Anak terlihat mudah marah.

13. Anak terlihat gampang putus asa.

14. Anak terlihat sukar berkonsentrasi.

15. Anak terlihat tidak suka berteman.

16. Anak sering berkelahi dengan anak lain.

17. Anak sering tidak masuk sekolah atau membolos.

18. Anak pernah tidak naik kelas.

19. Anak sering merendahkan atau menyalahkan diri sendiri.

20. Anak sering dibawa ke dokter tetapi tidak ditemukan kelainan.

21. Anak sering sulit tidur.

22. Anak sering merasa khawatir yang tidak beralasan.

23. Anak ingin selalu dekat orang tua.

24. Anak merasa dirinya jelek.

25. Anak sering melakukan tindakan nekat dan mengambil risiko yang tidak ada manfaatnya.

26. Anak sering terluka.

27. Anak merasa kurang bahagia.

28. Anak sering bertingkah seperti anak yang lebih muda usianya.

29. Anak terlihat tidak memedulikan aturan.

30. Anak tidak bisa mengungkapkan perasaannya.

31. Anak tidak dapat merasakan perasaan orang lain.

32. Anak terlihat sering mengganggu orang lain.

33. Anak sering menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dibuatnya.
34. Anak pernah/sering mengambil barang orang lain.
35. Anak sering menolak untuk berbagi dengan orang lain.

INDIKATOR JAWABAN

Nilai
Tidak pernah dilakukan 0
Jarang/kadang-kadang dilakukan 1
Sering dilakukan 2

MAKNA PEROLEHAN NILAI

0-27 Wajar.
28 ke atas Perlu mendapat pengamatan dan pemeriksaan lebih lanjut.

Marfuah Panji Astuti. Foto: Iman/NAKITA

0 Comments:

Post a Comment

<< Home