Saturday, July 16, 2005

LIRIK": Pudar - Rossa

Pudar - Rossa

kurasakan pudar dalam hatiku
rasa cinta yang ada untuk dirimu
ku lelah dengan semua yang ada
ingin ku lepas semua

setan dalam hati ikut bicara
bagaimana kalau ku selingkuh saja
ku punya banyak teman lelaki
sepertinya ku kan bahagia

reff: mestinya kau cari pengganti diriku saja
karena kita sudah tak saling bicara
pastikan cerita tentang kita yang telah lalu
hanya ada dalam ingatan hatimu

maafkan aku jika kau kecewa
bintangmu bukan lah untuk diriku
jika memang semua kan jadi cerita
ku tahu kau semakin terluka

repeat reff

kurasakan pudar dalam hatiku
rasa cinta yang ada untuk dirimu
ku lelah dengan semua yang ada
ingin ku lepas semua

setan dalam hati ikut bicara
bagaimana kalau ku selingkuh saja
ku punya banyak teman lelaki
sepertinya ku kan bahagia

Jujur - Radja

Jujur - Radja

duhai kekasih pujaan hatiku
dapatkah kau memberiku satu arti
sedikit rasa yang bisa ku mengerti
bukan sumpah atau janji

* buktikanlah bila kau ada cinta
setulus hatimu bisa menerima
sebatas kejujuran yang kau miliki
bukan sekedar bersama

reff: jujurlah padaku bila kau tak lagi setia
tinggalkanlah aku bila tak mungkin bersama
jauhi diriku, lupakanlah aku

jujurlah padaku bila kau tak lagi setia
tinggalkanlah aku bila tak mungkin bersama
jauhi diriku, lupakanlah aku selamanya

repeat *
repeat reff

Menanti Sebuah Jawaban - Padi

Menanti Sebuah Jawaban - Padi

C G Am
aku tak bisa luluhkan hatimu
F C G
Dan aku tak bisa menyentuh cintamu
C G Am
seiring jejak kakiku bergetar
F C G
Aku tak terpagut oleh cintamu
C G Am
Menelusup hariku dengan harapan
F C G
Namun kau masih terdiam membisu

reff:
C Am
Sepenuhnya aku ingin memelukmu
Em G
Mendekap penuh harapan tuk mencintaimu
C Am
Setulusnya aku akan terus menunggu
Em G
Menanti sebuah jawaban tuk memilikimu

C G Am
Betapa pilunya rindu menusuk jiwaku
F C G
Semoga kau tau isi hatiku
C G Am
Dan seiring waktu yg terus berputar
F C G
Aku masih terhanyut dalam mimpiku

repeat reff

aku tak bisa luluhkan hatimu
dan aku tak bisa menyentuh cintamu

"SELAMA HAMIL, KOK, GIGI BERMASALAH?"

anjuran gosok gigi dua kali sehari sangat terasa manfaatnya di masa kehamilan. Soalnya, perubahan hormonal saat hamil amat berpotensi memunculkan gangguan pada rongga mulut, termasuk gigi dan gusi.

Sejak dinyatakan positif hamil, Gina (26), sebut saja begitu, jadi dibayangi kecemasan. Masalahnya, ia yang semula tak pernah mengeluhkan kondisi gigi-geliginya kini terpaksa harus jadi pasien tetap dokter gigi. Setiap pagi saat bangun tidur, mulutnya terasa asin, ternyata gusinya berdarah. Bahkan ada pula yang disertai pembengkakan. Bukan cuma itu. Beberapa gigi depannya terasa goyah yang kemudian tanggal. "Ini baru kehamilan pertama, lalu gimana kehamilan-kehamilan berikut? Bisa-bisa di usia relatif muda aku sudah ompong dong seperti nenek-nenek," ratap Gina dalam hati.

Gina tidak sendirian. Penga- laman serupa nyaris dialami oleh banyak ibu hamil. Mengapa bisa terjadi demikian? Penjelasan drg. Widijanto Sudhana, M.Kes., setidaknya bisa dijadikan gam- baran. Menurutnya, rasa sakit yang muncul merupakan indikasi buruknya kondisi gigi akibat kehamilan yang sedang dijalani. "Kehamilan memang berisiko memperburuk kesehatan gigi," tegas staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta, ini.

AKIBAT NUTRISI KURANG

Penyebabnya, antara lain karena di awal kehamilan banyak ibu yang mengalami gangguan mual-muntah. Menurunnya porsi makan akibat gangguan mual-muntah ini akan menurunkan kemampuan tubuh menyerap makanan. Tak heran kalau asupan zat-zat gizi pun jadi sangat terbatas. Padahal selama hamil, tubuh justru membutuhkan nutrisi lebih banyak dan lebih berkualitas dibanding saat tidak hamil.

Menurunnya jumlah makanan yang masuk tentu akan mengu- rangi asupan mineral-mineral yang sangat penting bagi kesehatan dan kekuatan gigi, seperti kalsium, fosfor dan fluor. Perlu diketahui, setelah diserap tubuh, mineral-mineral tadi akan ikut terbawa aliran darah dan masuk ke kelenjar air liur. Air liur yang memiliki kandungan mineral penting inilah yang mampu menjaga kekokohan gigi. Dengan demikian, semakin banyak mineral yang terkandung dalam air liur, akan semakin baik. Sebaliknya, fungsi pemeliharaan gigi pun akan menurun jika asupan mineral ke tubuh kurang.

Harap dicatat pula, selagi hamil, alam sudah mengondisikan tubuh si ibu untuk memprioritaskan kebutuhan janinnya lebih dulu ketimbang dirinya. Nutrisi yang masuk ke tubuh, termasuk zat-zat penting penguat gigi, secara otomatis akan diprioritaskan bagi kebutuhan janin. Tak heran kalau minimnya asupan mineral penting selama hamil ikut membuat gigi si ibu jadi gampang keropos dan rusak.

Penyebab lain munculnya keluhan seputar gigi adalah asam lambung yang keluar bersama muntahan. Dari beberapa penelitian terbukti bahwa asam lambung yang ikut keluar dapat merusak email gigi. Akibatnya, kondisi gigi akan semakin buruk dan akhirnya mudah tanggal. Belum lagi kebiasaan para ibu saat bersalin dengan menekan giginya kuat-kuat untuk menahan sakit. Tak heran kalau gigi yang sudah keropos jadi semakin goyang dan akhirnya harus dicabut.

Masih terkait dengan gangguan mual-muntah, kala hamil si ibu jadi enggan menggosok giginya karena khawatir dapat memperparah keluhan mual-muntahnya. Terlebih saat gagang sikat gigi dan bulu sikat gigi menyentuh mulut bagian belakang yang membuatnya merasa mual. Keengganan menggosok gigi ini tentu saja memperburuk kondisi gigi. Di antaranya muncul plak yang lambat laun akan mengeras hingga akhirnya membentuk karang gigi. Plak ini pula yang membuat gusi jadi sensitif dan gampang berdarah.

Memang sih gangguan/keluhan mual-muntah ini sangat individual sifatnya. Artinya, hanya sebagian ibu hamil yang mengalaminya dan merasakan dampak buruknya terhadap gigi. Ini pun terkait dengan kondisi gigi sebelum hamil. "Jika kondisi gigi si ibu sebelum hamil dalam keadaan sehat, umumnya gangguan gigi juga jarang terjadi." Selain itu, gangguan mual-muntah konon tidak terlepas dari kondisi psikologis si ibu hamil.

Itulah mengapa Widi membantah kebenaran mitos yang beredar di kalangan luas bahwa punya anak satu berarti harus rela kehilangan satu gigi, anak dua gigi dua dan seterusnya. Mitos ini jelas tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. "Kasihan sekali dong kalau anaknya banyak," kelakar Widi yang mengaku sering menjumpai ibu-ibu dengan kehamilan kesekian tapi kondisi giginya tetap baik dan sehat.

KENALI GANGGUAN GUSI

Seperti sudah disinggung di atas, perubahan hormonal juga bisa menyebabkan gangguan gigi dan peradangan gusi. Terutama di trimester pertama kehamilan saat terjadi perubahan drastis dari aktivitas hormon estrogen dan progesteron. Untungnya kondisi ini akan berangsur menghilang di trimester berikut atau kala si ibu sudah bisa menyesuaikan diri dengan perubahan hormonal tadi.

Yang kurang disadari, tebalnya plak akibat keengganan menggosok gigi gara-gara keluhan mual-muntah justru akan memperparah masalah. Bukankah plak identik dengan timbunan kuman? Kalau ini yang terjadi bisa dimaklumi mengapa gusi jadi mudah terinfeksi sekaligus gampang mengeluarkan darah. Pasalnya, gusi cukup sensitif terhadap iritasi lokal berupa gigi berlubang, timbunan plak, sisa akar gigi, atau susunan gigi yang tidak beraturan.

Selain itu, gusi yang bengkak juga akan menutup sebagian gigi hingga gigi yang tertutup tadi jadi sulit dibersihkan. Nah, karena sulit dibersihkan, plak di gigi pun akan semakin bertambah. Selanjutnya, jika kian bertumpuk, plak akan memicu terjadinya perdarahan. Dengan kata lain, efeknya seperti ling- karan setan: plak membuat gusi bengkak, bengkaknya gusi mengakibatkan plak menumpuk. Perlu diingat juga, wanita hamil pada dasarnya memang rentan mengalami perdarahan karena selama hamil pembuluh-pembuluh darahnya membesar dan alirannya jadi sedemikian lancar hingga peluang si ibu hamil mengalami pembengkakan dan perdarahan makin menjadi-jadi.

Seberapa parah pembeng-kakan gusi memang tergantung dari seberapa banyak tumpukan plak. Mengenai lokasi pembengkakan, umumnya dijumpai di sela-sela gigi dan tepi gusi. Pembengkakan ini bisa dikenali sebagai benjolan-benjolan kecil disertai warna gusi yang menjadi merah terang atau kadang membiru. Gusi pun jadi lebih lunak dan lentur. Jika tidak diatasi, gangguan ini bisa meluas sampai mencapai akar gigi hingga gigi goyang dan akhirnya tanggal begitu saja. Bukan cuma itu. Gangguan ini juga dapat mengakibatkan infeksi yang memunculkan keluhan demam dan rasa nyeri yang tak tertahankan.

Untuk mengatasi keluhan nyeri tadi dokter biasanya akan meresepkan antibiotika dan obat penahan rasa sakit. Sedangkan di tahap sebelumnya, plak ringan masih bisa ditanggulangi dengan cara menggosok gigi dengan benar dan teratur. Lain halnya jika plaknya sudah sedemikian mengeras dan membentuk karang gigi. Mau tak mau si ibu hamil harus mengunjungi dokter gigi untuk dibersihkan.

PENCEGAHAN

Untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan, Widi sangat menyarankan:

· Semua perempuan, terutama ibu hamil merawat giginya secara benar, rutin dan teratur. Apa pun keluhan yang dihadapi semasa kehamilan, ibu mesti memaksakan diri menggosok giginya sampai bersih, terutama sehabis makan dan menjelang tidur. Dengan demikian, plak yang terbentuk akibat tumpukan kotoran dapat dihindari. Hanya saja, kalau gusi sedang bengkak dan rawan perdarahan, tentu jangan menggosoknya terlalu kuat. Akan lebih baik hasilnya jika sehabis menggosok gigi dilanjutkan dengan berkumur-kumur hingga sisa makanan yang menempel di sela-sela gigi dan tidak terjangkau sikat bisa dibersihkan.

· Ibu hamil juga amat dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin dan mineral. Jika dianggap perlu, konsumsilah multivitamin dan kalsium. Tentu sebaiknya lebih dulu berkonsultasi dengan dokter kandungan yang memantau kehamilan Anda. Selain itu, sedapat mungkin hindari makanan yang rasanya asam atau kelewat manis karena sifatnya yang cenderung merusak gigi.

· Yang tak kalah penting, dalam keseharian jangan lupa untuk mencatat seberapa sering gangguan mual-muntah itu muncul. Lalu segera gantilah asupan nutrisi dan vitamin yang keluar lewat muntah tadi. Dengan kata lain, jangan sampai asupan nutrisi dan vitamin serta mineral-mineral penting yang sudah masuk jadi sia-sia keluar kembali bersama muntahan.

· Terakhir, kunjungi dokter gigi secara rutin 3-6 bulan sekali.

Jangan tunggu sampai bermasalah baru merasa perlu berurusan dengan dokter gigi. Kalau kunjungan ke dokter gigi dilakukan teratur, niscaya semua gangguan yang muncul bisa dideteksi dan diatasi dengan cepat dan mudah. Bahkan infeksi dan radang gusi pun bisa dicegah. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?

· Mengenai hipersalivasi alias banyak produksi air ludah selama kehamilan hendaknya jangan terlalu dikhawatirkan. Banyaknya produksi air ludah justru membantu membuat gigi bertambah kuat. Yang patut dikhawatirkan justru bila si ibu mengalami hiposalivasi atau kekurangan air ludah. Mengapa harus khawatir? Karena gigi justru jadi gampang rusak akibat minim atau tidak cukup tersedia mineral-mineral penting yang mampu menjaga ketahanan gigi.

Saeful Imam. Ilustrator: Pugoeh


MASA OTONOM, MASA "PERANG MULUT" dengan anak

Secara bijak hargai dan akomodir keinginan anak agar terhindar dari "perang mulut". Jika tidak, akan berpengaruh buruk pada hubungan orang tua dan anak.

Coba deh amati bentuk komunikasi sehari-hari kita dengan anak. Apakah Anda terkesan cerewet dan gampang mengomel, menasehati dan melakukan berbagai tindak verbal lain terhadap si kecil? Entah itu gara-gara ulahnya yang dapat membahayakan diri atau tak sesuai aturan. Sebagai akibatnya, tidak jarang anak melakukan aksi perlawanan dengan membantah atau membangkang. Kalau sudah begini, "perang mulut" antara orang tua dan anak sering tak terelakkan. Bagaimana sebaiknya orang tua membawa diri agar tak sampai terjadi "perang mulut"?

Asal tahu saja, ada 4 hal yang dapat menyulut "perang mulut" antara orang tua dan anak:

1. Larangan orang tua tanpa penjelasan

Sebetulnya wajar bila orang Coba deh amati bentuk komunikasi sehari-hari kita dengan anak. Apakah Anda terkesan cerewet dan gampang mengomel, menasehati dan melakukan berbagai tindak verbal lain terhadap si kecil? Entah itu gara-gara ulahnya yang dapat membahayakan diri atau tak sesuai aturan. Sebagai akibatnya, tidak jarang anak melakukan aksi perlawanan dengan membantah atau membangkang. Kalau sudah begini, "perang mulut" antara orang tua dan anak sering tak terelakkan. Bagaimana sebaiknya orang tua membawa diri agar tak sampai terjadi "perang mulut"?

Asal tahu saja, ada 4 hal yang dapat menyulut "perang mulut" antara orang tua dan anak:

1. Larangan orang tua tanpa penjelasan

Sebetulnya wajar bila orang tertentu. Akibatnya, ketika orang tua melarangnya, kemungkinan besar si anak hanya akan berteriak-teriak, menangis atau melakukan tindak fisik yang semakin membuat orang tuanya kesal.

3. Orang tua kurang memahami perkembangan anak

Menurut pakar psikososial, Erik Erikson, di usia batita anak sedang memasuki masa otonomi. Cirinya, anak selalu ingin mencoba sesuatu karena didorong keingintahuannya yang semakin besar. Selain itu ia pun sangat ingin menunjukkan dirinya mampu melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya sendiri.

Ironisnya, tak banyak orang tua yang memberi kesempatan kepada anaknya untuk mewujudkan keinginannya sendiri. Alasan mereka, si batita masih terlalu kecil sehingga kemampuannya kerap diragukan. Contohnya, anak ingin minum dari gelas beling tapi orang tua melarang karena takut gelas itu jatuh dan melukai dirinya. Kalau kedua belah pihak sama-sama ngotot mempertahankannya, buntut-buntutnya ya apa lagi kalau bukan sama-sama teriak.

4. Situasi dan kondisi orang tua

Mungkin saja karena orang tua sedang terburu-buru, lelah sepulang kantor dan sebagainya. Sehingga ketika melarang si anak, ia tak punya banyak waktu untuk menjelaskan secara detail alasannya. Tak heran kalau yang terlontar hanyalah, "Pokoknya, Mama bilang enggak boleh. Titik!" Sementara si anak semakin keras berteriak-teriak menyatakan, "Aku mau yang itu aja!" yang terus berlanjut menjadi "perang mulut".

CARA MENGHINDARI "PERANG MULUT"

Sebetulnya, "perang mulut" antara orang tua dan anak dapat dihindari. Berikut beberapa cara efektif yang dapat dilakukan orang tua:

* Hargai dan penuhi keinginan anak

Hendaknya orang tua jangan melarang anak secara langsung dan keras semisal dengan mengatakan, "Enggak boleh!" Akan lebih baik bila terlebih dulu menanyakan keinginannya yang patut dihargai untuk mencoba melakukan sesuatu. Ketika anak ngotot mau minum dari gelas beling, contohnya, bisa kan orang tua mengatakannya secara santun. "Oh, Ade, mau minum dari gelas itu? Boleh kok, tapi pegangnya yang kuat ya biar enggak jatuh."

Kalaupun Anda tak bisa menyimpan kekhawatiran, redakan perasaan itu dengan mengawasinya. Bisa juga dengan memberi contoh bagaimana caranya memegang gelas dengan benar. Jika ia melakukannya dengan baik, jangan pelit memberi pujian. Semisal, "Wah, Adik pintar ya sudah bisa pegang gelas sendiri." Bagi anak, pujian orang tua jelas memberi kebanggaan.

* Bujuk dan alihkan perhatiannya

Andaikata orang tua bersikeras melarang hanya karena masih meragukan kemampuan si kecil, sebaiknya tempuh cara lain dengan mengalihkan perhatian anak. Contohnya, "Nak, coba perhatikan deh, gelas plastikmu lebih bagus lo. Ada gambar Barbie-nya. Kalau gelas itu kan enggak ada gambarnya." Intinya, tonjolkan kelebihan dari sesuatu yang ingin Anda ajukan kepada anak.

* Beri penjelasan yang dapat diterima anak

Orang tua juga bisa memberi penjelasan secara baik-baik pada anak. Misalnya mengapa dia dilarang melakukan sesuatu, semisal khawatir tangannya terjepit atau terbentur kepalanya. Anak perlu diberitahu risikonya dari tindakannya. "Mama enggak perbolehkan kamu pakai gelas beling karena kalau jatuh bisa pecah. Nanti kalau kena kakimu kan bisa luka."

Sampaikan penjelasan sesederhana mungkin pada anak. Hendaknya orang tua bersikap konsisten dalam memberi penjelasan mengenai larangan apa pun kepada anak. Dengan demikian, meski mungkin anak belum paham sepenuhnya perkataan orang tua tapi ia akan terbiasa menerima penjelasan mengapa ini boleh dan itu tidak.

* Libatkan anak dalam berbagai kegiatan

Agar orang tua tak sering melarang anaknya melakukan ini-itu, libatkan diri lebih banyak untuk mendampingi anak ketika mencoba segala sesuatu. Jika

anak ingin mencoba naik-turun tangga sendiri, contohnya, biarkan dia melakukannya sambil kita ikuti dari belakang. Atau libatkan anak dalam kegiatan orang tua saat menyiapkan sarapan, dan sebagainya.

PENGARUH KONDISI PSIKIS

"Perang mulut" pun tak seharusnya terjadi bila orang tua dapat mengenali tipe anaknya. Umumnya, anak-anak yang sensitif dan cenderung introver, bila dilarang jarang membantah atau meledak sampai terjadi "perang mulut". Kalaupun dicereweti orang tuanya, anak tipe ini biasanya tak akan berani mencoba sesuatu dan ini bisa berdampak buruk bagi perkembangannya. Anak jadi serbatakut dan tak mandiri nantinya. Ia mungkin lebih memilih mengalah dan minta tolong pada orang lain untuk melakukan sesuatu daripada harus "perang mulut".

Sebaliknya, anak yang ekstrover, bila dilarang biasanya akan membangkang sehingga memancing munculnya "perang mulut". Perilaku membangkang tentu saja tidak baik. Bisa jadi anak akan memaksakan kehendak tanpa menghiraukan alasan orang lain. Akibatnya, kelak anak jadi terbiasa untuk tidak menerima pendapat atau masukan dari orang lain.

Selain itu, "perang mulut" antara orang tua dan anak, sebetulnya tak terkait langsung dengan tipe pola asuh otoriter atau lainnya. Juga tak berarti orang tua cenderung emosional. Perselisihan dengan anak lebih terkait dengan kondisi psikis orang tua sesaat. Apakah karena sedang stres akibat banyak pekerjaan, sedang terburu-buru, dan sebagainya. Namun, kondisi psikis seperti ini amat berpeluang memicu kemarahan dalam menghadapi anak yang sulit diatur.

Seharusnya, dalam kondisi apa pun orang tua mampu mengendalikan diri. Jangan sampai menimpali anak yang memang sedang berperilaku egosentris dan semaunya dengan sikap yang kurang lebih sama. Kalau ini yang terjadi, bisa diterka bila yang ada hanyalah saling ngotot. Pada anak sangat mungkin muncul perilaku temper tantrum atau mengamuk. Tentu gaya seperti ini akan sia-sia belaka. Bukannya menyelesaikan masalah, si anak justru cenderung mengulangi perilakunya. Itu bisa dimengerti karena anak merasa tak mendapatkan jawaban yang memuaskan dan masuk akal dari orang tuanya.

MINTA MAAF

Bila kerap terjadi "perang mulut", permusuhan antara orang tua dan anak semakin sulit untuk dihindari. Tak bisa disalahkan sepenuhnya bila anak merasa kesal, sebal, bahkan benci pada orang tuanya. Perasaan-perasaan negatif ini akan terus disimpan anak, sementara orang tua pun jadi gampang memberi label-label negatif seperti nakal, keras kepala, susah diberi tahu, dan sejenisnya. Padahal belum tentu sifat-sifat anak seperti yang dilabelkan tersebut. Akhirnya, hubungan anak-orang tua tak berjalan manis hampir di semua aspek kehidupan. Sangat mungkin anak akan bersikap keras pada orang tuanya sekadar untuk memancing "benih-benih" permusuhan tersembunyi yang terus akan berlanjut.

Seharusnya dikaji mengapa sampai terjadi "perang mulut". Kalaulah telanjur terjadi, kemungkinan orang tua sedang dalam kondisi marah sekali. Apa pun penyebabnya, orang tua hendaknya jangan berlarut-larut untuk segera menyadari kekhi-lafannya, semata-mata agar hubungannya dengan sang buah hati bisa diperbaiki. Caranya? Cobalah mengklarifikasinya, semisal dengan menjelaskan, "Maafkan Mama, ya, Mama tadi sudah marah-marah sama kamu. Sebetulnya Mama sayang banget sama kamu dan enggak mau kamu celaka."

Akan lebih mengena bila pernyataan maaf diutarakan saat mau tidur malam. Yang pasti, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri dan situasi. Kalau hal-hal positif tersebut dihidupkan dalam keluarga, anak pun pasti akan meniru dan berlaku serupa bila suatu saat dia melakukan kesalahan.

Namun, orang tua pun hendaknya bersabar. Artinya, jangan berharap terlalu muluk dengan sekali memberi tahu, anak pasti akan mengingat-ingat dan memperbaiki perilakunya saat itu juga. Soalnya, kemampuan pemahaman anak usia ini pasti masih terbatas. Jadi, orang tualah yang harus bisa menetralisir diri, situasi, sikap dan perkataannya.

Orang tua pun tak perlu khawatir perilaku anaknya yang gemar membantah dan melawan akan terus berlanjut di usia selanjutnya. Semakin bertambahnya usia anak, dia semakin bisa diajak berpikir logis kok.

Dedeh Kurniasih. Foto: Iman/NAKITA

Konsultan Ahli:

Margaretha Purwanti Rahardjo, M.Si.,

psikolog dan staf pengajar Unika Atma Jaya, Jakarta

USIA PRODUKTIF JUGA RAWAN PENYAKIT JANTUNG

Dulu ada anggapan, gangguan penyakit kardiovaskular, umumnya muncul setelah wanita memasuki usia menopause atau pada tahapan pre-menopause. Sekarang anggapan ini harus bergeser karena ternyata wanita muda usia produktif pun bisa terkena serangan jantung. Mengingat, sekarang banyak wanita yang juga merokok, mengonsumsi makanan berlemak, dan hidup dengan tekanan stres tinggi lantaran pekerjaan di kantor maupun di rumah.

Sebetulnya wanita memiliki pelindung alami yang memungkinkannya berisiko lebih kecil menderita gangguan kardiovaskular dibandingkan pria, yaitu adanya hormon perempuan seperti estrogen. Estrogen akan meningkatkan kolesterol HDL (baik) dan menurunkan kolesterol LDL (jahat). "Kolesterol LDL menimbulkan plak di dalam darah. Tetapi dengan kehadiran HDL yang tinggi yang berperan sebagai 'tukang sapu', maka plak-plak yang mulai menempel akan dibersihkan," terang Dr.Med. Doro Soendoro dari Rumah Sakit Graha Medika, Kebon Jeruk, Jakarta.

Peran lain dari estrogen adalah membantu memperlebar pembuluh darah, sehingga suplai darah ke jantung jadi lancar. Kita pun terhindar dari nyeri dada dan problema kesehatan jantung. Tak heran bila gangguan jantung pada wanita, umumnya baru datang pada masa menopause dimana saat itu hormon estrogen menurun tajam.

Sayangnya, perlindungan alami ini akan terkalahkan bila si wanita memiliki gaya hidup tak sehat. Berdasarkan catatan ahli jantung lulusan Jerman ini, pada kasus-kasus penyakit jantung di Indonesia, ternyata lebih banyak orang menderita penyakit jantung karena kolesterol HDL yang rendah, bukan lantaran LDL-nya yang tinggi. Oleh karena itu upaya-upaya peningkatan HDL harus dilakukan secara tepat sehingga dapat menekan risiko munculnya penyakit jantung koroner. Salah satunya dengan menghentikan kebiasaan merokok.

PENYEBAB GANGGUAN JANTUNG

* Makanan berlemak

Banyak wanita, terutama pekerja kantoran yang menyantap fast food saat makan siang dengan alasan praktis dan cepat. Padahal makanan jenis ini umumnya "menyimpan" kolesterol jahat (LDL) yang tinggi. Bila dikomsumsi terlalu sering, asupan LDL yang berlebih ini lambat laun membuat tumpukan plak pada dinding pembuluh darah (arterisklerosis). Akibatnya, aliran darah ke jantung jadi terhambat karena ada penyumbatan.

Sering menyantap makanan berlemak juga membuat bobot tubuh berlebih. Padahal, kondisi overweight berpotensi meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Ujung-ujungnya, bisa berisiko terjadi penyumbatan pembuluh darah di jantung.

* Kurang olahraga

Padahal olahraga sangat baik untuk menghindari penyakit jantung karena aktivitas ini dapat membantu memperlancar aliran darah.

* Stres

Beban hidup, tekanan dan persaingan kerja yang dipikul orang muda, memicu terjadinya stres fisik dan mental. Kondisi stres ini bisa membuat tekanan darah melonjak tinggi dan kerja jantung jadi meningkat cepat. Akibatnya, jantung bekerja lebih keras untuk memompa aliran oksigen dalam darah. Bisa dibayangkan akibatnya kalau jantung selalu dipacu untuk bekerja keras. Belum lagi pada wanita sering dituntut berperan ganda yang membuatnya harus "berakrobatik" dengan peran-peran tersebut. Ketidakmampuan untuk memenuhi peran-peran tersebut bisa menyebabkan stres.

* Rokok

Setiap kali merokok, denyut jantung bertambah, kemampuan jantung membawa oksigen berkurang, HDL turun, dan menyebabkan pengaktifan platelet yaitu sel-sel penggumpal darah. Perlu diketahui, nikotin dan puluhan zat-zat yang notabene beracun dalam rokok, dapat mempercepat pembekuan darah serta mereduksi jumlah oksigen dalam darah. Padahal, persediaan oksigen dalam darah harus selalu mencukupi untuk kelangsungan hidup organ tubuh termasuk jantung. Bila jantung kekurangan oksigen, maka terjadilah serangan jantung.

* Obat kontrasepsi oral

Dapat menyebabkan terjadinya thrombus (pembekuan darah) yang mengakibatkan emboli jantung. Itulah sebabnya pada beberapa wanita yang mempunyai risiko jantung, tak dianjurkan menggunakan kontrasepsi ini.

DETEKSI GANGGUAN JANTUNG

Di rumah sakit, biasanya dokter akan melakukan treadmill dan EKG untuk mendeteksi adanya kelainan jantung. Pasien bisa selamat apabila pengobatan diberikan secepat mungkin. Tetapi bila pengobatan terlambat, dapat mengakibatkan kematian. Hampir separuh dari kematian mendadak karena serangan jantung terjadi sebelum pasien tiba di rumah sakit dalam 4-5 jam sesudah gejala pertama kelihatan. Di Jakarta, pasien seringkali terlambat ditangani, meninggal dalam perjalanan karena macet.

LAKUKAN PENCEGAHAN

Salah satunya dengan menghindari makanan berlemak. Sayur dan buah adalah pilihan yang terbaik karena dapat mengikat kolesterol agar tetap berada di usus yang kemudian dibuang melalui feses. Dengan demikian dapat mengurangi kemungkinan penumpukan kolesterol yang mengakibatkan timbulnya plak pada dinding pembuluh darah.

Tentu saja, tak cukup hanya dengan makan sayur dan buah. Pencegahan juga harus dilakukan dengan cara berhenti merokok, perbanyak aktivitas tubuh, dan hilangkan stres dengan kegiatan yang bersifat relaksasi seperti berlibur, mendengarkan musik, atau berkumpul bersama teman/keluarga.

AKANKAH SAYA TERKENA SERANGAN JANTUNG?

Bila ingin tahu seberapa besar risiko Anda terkena serangan jantung, berikut taksiran dari American Heart Association tentang risiko Anda. Waspadai bila terjadi hal-hal di bawah ini.

* Tekanan darah (mmHg) di atas 140/90

* Kadar gula darah melebihi 110 mg/dL. Kadar gula darah yang tinggi bisa memengaruhi metabolisme tubuh sehingga mempercepat pembekuan darah.

* Tingkat asam urat tinggi. Nilai normal pada wanita adalah 6,5 mg/dl. Di atas angka ini, Anda harus waspada.

* Mengidap kelainan jantung bawaan.

* Merokok. Tak ada pengecualian, meski cuma 1 batang per hari.

* Kelebihan berat badan (Indeks Massa Tubuh/IMT di atas 29).

* Malas berolahraga.

* Ayah atau ibu ada yang menderita sakit jantung, stroke atau diabetes.

* Sering stres, tidak sabaran, dan selalu terburu-buru.

* Menderita infeksi tenggorokan yang tak sembuh-sembuh. Virusnya dapat menyebar yang dapat mengakibatkan gagal jantung.

Sumber: www. americanheart.org

Santi Hartono. Foto: Ferdi/NAKITA

"YA SUDAH, KAMU JANGAN MAIN LAGI SAMA DIA!"

Mengambil alih pemecahan masalah anak ternyata bukan tindakan bijaksana.

eriakan Riri membuat Rima buru-buru berlari mendekati anaknya yang berusia 4 tahun itu. Tangannya langsung menyambar tubuh si kecil yang tengah berhadap-hadapan dengan temannya, Andri. "Makanya kalau main jangan berantem. Mendingan Adek di rumah saja deh," ucapnya pada Riri. Rima gusar setelah mengetahui penyebab teriakan anaknya karena rebutan mainan. Namun, karena Riri telah berhenti menangis, Rima pun mengizinkannya bermain kembali. Beberapa menit kemudian, tangisan Riri menggema lagi. Kali ini penyebabnya karena dia didorong hingga jatuh oleh Andri. Rima kembali tergopoh-gopoh mengangkat Riri. Kali ini ia berucap tegas, "Sudah, Adek enggak usah main di luar. Ayo, masuk rumah!"

MENGATASI MASALAH

Bila Anda dihadapkan pada kasus seperti yang dihadapi Rima tadi, apakah Anda akan melakukan hal yang sama? Mengomeli anak dan temannya lantas menggeret si kecil ke dalam rumah dan melarangnya main lagi. Bila jawabannya "ya" ternyata tindakan tersebut tidaklah bijaksana. Begitu menurut Neneng Tati Sumiati, Psi., dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia menyayangkan banyak orang tua yang sering bertindak keliru seperti tadi, yakni mengambil alih masalah saat melihat anaknya berkelahi dengan teman, kakak, atau adiknya. Tak hanya itu, orang tua pun kerap mengintervensi sambil mengomel dengan mengatur anak mesti begini-begitu.

Intervensi dari orang tua memang terkadang dapat menghindari terjadinya masalah yang lebih besar, seperti saling berebut, saling pukul, dan saling mengejek. Namun cara ini tidak mendidik anak untuk terbiasa mengatasi masalahnya sendiri. "Anak tidak berusaha belajar dari kesalahan yang dibuatnya karena solusi ini datang langsung dari orang tua bukan dari anak," ujar Neneng.

Anggapan bahwa mereka masih anak kecil yang tidak tahu apa-apa, juga bukan alasan untuk selalu membantunya memecahkan masalah. Perkembangan pola pikir balita memang masih pra-operasional. Mereka masih belum berpikir secara jernih tentang apa yang dihadapinya dan masih egosentris atau memikirkan kepentingan dirinya saja. Namun tak perlu khawatir, meski pola pikirnya masih sangat terbatas, dengan arahan yang tepat dan berulang, lambat laun ia akan memahami apa yang kita jelaskan.

BERBAGAI KASUS SEDERHANA

Jadi, yuk, kita mulai melatih si kecil mengatasi masalahnya. Tak perlu yang rumit-rumit, cukup dari kasus-kasus sederhana yang terjadi sehari-hari. Ini contohnya:

Kasus: Anak frustrasi dan marah karena tidak berhasil menyusun pasel.

Solusi: Carilah penyebab mengapa anak sampai tidak dapat selesai menyusun paselnya. Jangan-jangan karena lapar, haus, atau lelah. Tawari dia untuk makan, minum, atau istirahat sebelum melanjutkan permainan-nya. Selanjutnya dampingi anak sambil memberi dukungan, "Ayo, Adek pasti bisa menyelesaikan. Coba ini kepingan kakinya ditaruh mana ya?" Dari situ ia akan lebih berkonsentrasi dan memperlihatkan kesungguhannya. Jangan langsung turun tangan dan mengambil alih menyusun pasel.

Kasus: Di toko mainan si kecil bingung menentukan pilihannya apa yang mau dibeli.

Solusi: Coba tanya pada si kecil mainan apa saja yang sudah ia miliki. Contoh, "Adek sudah punya bola belum?" Bila ia menjawab "sudah" sarankan untuk memilih mainan yang belum anak miliki. Cara seperti ini akan memberikan arahan kepada anak yang sedang bingung memilih dan bisa menjadi panduan mana yang harus dipilihnya.

Kasus: Anak merasa lapar sehingga berperilaku negatif; membanting mainan, ngambek atau yang lainnya.

Solusi: Berikan penjelasan sederhana tentang mekanisme munculnya rasa lapar. Misalnya, "Kakak lapar karena perut Kakak kosong jadi perlu diisi. Nah, supaya perut Kakak penuh perlu apa dong?" Bila ia menjawab "perlu makan", kita bisa lanjutkan dengan kalimat, "Jadi Kakak enggak perlu marah-marah seperti itu karena tidak akan menyelesaikan masalah," misalnya. Hal demikian bisa juga berlaku untuk kasus anak yang kecapekan, kegerahan, atau haus yang terkadang membuatnya tidak bisa berpikir jernih.

Contoh kasus lain datang dari Neneng sendiri. Ia bercerita kalau anaknya, Ivan yang berusia 5 tahun, pernah pulang sekolah sambil menangis karena dicakar oleh temannya. "Ternyata penyebabnya adalah rebutan bola. Anak saya sedang asyik main tiba-tiba direbut oleh temannya itu," ujar Neneng. Lantaran kejadian itu, Ivan marah dan memutuskan untuk tidak mau bermain lagi.

Neneng menyarankan, Ivan harus tetap mau bermain dengan temannya itu dan tidak boleh dendam. Sewaktu menjelaskan, psikolog ini menerangkan dari sudut pandang si teman. "Noval merebut mainan kamu karena dia sangat ingin bermain bola. Jadi lain kali kamu juga harus mau gantian ya." Soal Noval yang mencakar Ivan, Neneng menganjurkan agar Ivan harus berani mengutarakan bahwa dicakar itu sakit. "Coba tanya, Noval mau enggak dicakar. Enggak kan? Jadi bilang pada Noval bahwa dia enggak boleh mencakar lagi." Penjelasan dengan bahasa sederhana tersebut akhirnya dapat diterima Ivan sehingga ia dapat menyelesaikan masalah dengan teman sekolahnya itu.

DIAWALI PENDEKATAN

Beberapa hal, menurut Neneng, perlu dilakukan orang tua ketika memberikan arahan kepada anak untuk mengatasi masalahnya:

* Melakukan pendekatan

Saat si kecil menemukan masalah, cobalah untuk berempati. Umumnya anak memerlukan orang tua sebagai tempatnya mengadukan permasalahan. Empati yang kita tunjukkan akan membuatnya merasa mudah untuk mencurahkan isi hati.

* Menanyakan sumber masalah

Cara penyelesaian perkelahian antarsaudara atau antarteman bisa diawali dengan menanyakan dengan bijak apa yang menjadi sumber masalah. Kalau masalahnya rebutan mainan, umpamanya, berikan saran dengan lembut, sambil memeluk keduanya dan berkata, "Adek, ini mainan Kakak. Adek kan sudah punya mainan sendiri. Coba sekarang main lagi bareng-bareng ya."

* Jangan menyalahkan

Hindari menyalahkan anak. Misalnya dengan mengatakan, "Kakak jangan cari gara-gara terus dong. Main sana yang benar. Jangan berantem lagi ya!" Perkataan seperti tadi mungkin bisa langsung membuat anak "taat" tapi tidak membuat ia sadar. Akibatnya, perkelahian akan terulang dan terulang lagi.

* Sabar menjelaskan

Jangan lagsung mengharapkan anak dapat langsung memahami apa yang kita ucapkan. Balita masih memiliki pola pikir yang pra-operasional atau belum bisa memahami hal yang tidak konkret. Untuk itulah, diperlukan kesabaran dalam menjelaskan permasalahan yang sedang dihadapi anak.

* Gunakan bahasa sederhana

Hindari menggunakan bahasa yang terlalu panjang, detail, dan abstrak. "Kakak jangan berkelahi karena berkelahi itu akan menyakiti satu sama lain. Kalau kamu menyakiti adikmu kamu akan berdosa," misalnya. Tetapi cukup dengan bahasa yang sederhana, seperti, "Kakak, kalau adik dipukul seperti itu kan sakit!"

* Memberikan arahan untuk membantu anak mencari solusi

Solusi jangan datang hanya dari orang tua tetapi juga anak. Ajaklah ia untuk memikirkan jalan keluar dari masalah yang ada. "Kalau Aldo temanmu itu merebut mainan kamu, sebaiknya apa yang dilakukan?" Selanjutnya berikan arahan yang benar.

BILA MAMPU MENGATASI MASALAH

Banyak manfaat yang bisa didapat bila kita selalu memberi arahan kepada anak untuk dapat mengatasi masalahnya sendiri:

* Anak lebih mampu mengatasi masalah di kemudian hari atau setidaknya lebih baik ketimbang bila tidak pernah dibiasakan mencari solusinya. Sebaliknya anak yang selalu dibantu, saat dihadapkan pada masalah yang ringan sekalipun akan mudah menyerah atau sulit mengatasinya sendiri.

* Anak akan lebih mandiri dan tidak mudah frustrasi atau stres menghadapi berbagai tekanan.

* Bila sering diajak berpikir untuk memecahkan masalah, otak anak akan dirangsang untuk bekerja sehingga sambungan-sambungan neuron di dalam otaknya lebih banyak tercipta yang pada akhirnya akan membuat anak lebih cerdas.

* Lewat arahan dari orang tua berarti tercipta komunikasi berkualitas antara orang tua dengan anak. Komunikasi yang berkualitas akan membuat hubungan keduanya makin erat. Hal ini sangat positif, baik untuk pertumbuhan fisik anak maupun psikisnya karena anak merasa selalu diperhatikan oleh orang tuanya yang memberi pengarahan bagaimana menyelesaikan permasalahan secara mandiri.

* Bila berhasil keluar dari masalah berarti anak sudah terlepas dari beban. Ini sangat baik bagi kestabilan emosinya sehingga dia bisa melakukan aktivitas sehari-harinya dengan ringan. Sebaliknya, bila dibiarkan menyimpan beban mungkin saja anak akan mengalami tekanan yang membuat kondisi emosinya tidak stabil, mudah marah, ngambek, kesal, dan sebagainya.

Irfan Hasuki. Foto: Iman/NAKITA

SEHAT BERKAT KONTROL RUTIN

Jangan menunggu si kecil sakit dulu, baru dibawa ke dokter.


Bu Ria, si bayi sudah dibawa ke dokter lagi belum?" "Belum tuh Bu Asti. Nanti saja deh kontrolnya dua bulan lagi. Bayi saya enggak sakit, kok!" "Wah, Bu. Sebaiknya sih periksakan si kecil tiap bulan untuk memastikan sehat atau tidak. Kalau menunggu sakit dulu baru diperiksa, nanti malah repot, lo."

Perdebatan ringan tentang perlu atau tidak bayi diperiksa secara rutin masih sering terjadi. Apa yang dianjurkan Asti, bahwa bayi sebaiknya dibawa kontrol ke dokter setiap bulan memang benar. Terutama sampai umur si kecil mencapai satu tahun. Kenapa? Karena rentang usia 0-1 tahun merupakan masa yang terbilang rawan penyakit. Itulah makanya ASI yang mengandung zat kekebalan terbaik bagi bayi sangat dianjurkan untuk diberikan. Gunanya untuk mencegah infeksi.

Pada saat kontrol bulanan, dokter akan memeriksa kondisi kesehatan secara keseluruhan, termasuk pencapaian tumbuh-kembangnya. Pada saat yang sama dokter juga akan memberikan imunisasi wajib sesuai jadwal yang sudah ditetapkan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). Vaksinasi ini penting diberikan demi memperkuat kekebalan tubuh si kecil.

Keuntungan lainnya, jika pada saat kontrol diketahui sang bayi mengalami sakit, penanganan jadi bisa cepat dilakukan. Yang jelas, jangan baru ke dokter kalau si kecil sudah tampak sakit. Mengingat masa bayi mengemban tugas tumbuh-kembang yang sangat penting, maka kesehatan bayi perlu dikontrol dari waktu ke waktu.

PEMERIKSAAN UMUM

Secara umum, ada beberapa hal yang akan diperiksa dokter. Berikut di antaranya:

1. Pertumbuhan

Selama usia satu tahun pertama, pertumbuhan terjadi sangat pesat. Dokter akan memeriksa kondisi berat badan, apakah normal sesuai dengan grafik pertumbuhan atau tidak. Begitu pula dengan panjang badan akan diukur lalu dibandingkan dengan grafik. Satu lagi, dokter juga akan memeriksa ukuran lingkar kepala untuk mengetahui apakah normal atau tidak.

2. Perkembangan

Ada beragam pemeriksaan yang berkaitan dengan unsur perkembangan. Beberapa contoh di antaranya mengenai pemeriksaan apakah bayi sudah bisa tengkurap sendiri, membolak-balikkan badannya, merangkak dan sebagainya. Perlu diketahui, pemeriksaan kondisi perkembangan berkaitan pula dengan kondisi pertumbuhan otak. Dengan kata lain, jika otak berkembang baik, maka unsur perkembangan pun akan baik. faktor perkembangan meliputi empat aspek, yaitu motorik kasar, motorik halus, kemampuan berbicara dan emosi.

3. Nutrisi

Dokter juga akan memeriksa kondisi nutrisi si kecil apakah dalam keadaan baik atau buruk. Salah satu indikatornya bisa dilihat dari pertambahan berat badan dan panjang badan bayi. Sebagai contoh, jika diketahui berat badannya di bawah standar grafik dan terus melorot secara drastis, atau bahkan tak mengalami pertumbuhan sama sekali, ini tentu menandakan asupan nutrisinya buruk. Hal ini bisa juga mengindikasikan, bayi tersebut menderita penyakit, seperti diare atau penyakit akut.

Nah, jika kondisi berat badan yang tak naik-naik ini tak segera ditangani, maka kemungkinan juga akan mengganggu atau berpengaruh pada pertumbuhan tinggi badan. Dengan kata lain, jika berat badan diketahui tak menunjukkan kenaikan, maka tinggi/panjang badan pun takkan bertumbuh. Sebaliknya, jika kondisi berat badan terus naik dari bulan ke bulan, tentu boleh dibilang nutrisinya mencukupi atau baik.

Berkaitan dengan nutrisi, dokter juga biasanya akan memberikan informasi atau penjelasan, misalnya mengenai ASI eksklusif, makanan semipadat atau makanan peralihan yang baik dan bergizi. Dengan begitu, kekurangan nutrisi akan bisa dihindari.

4. Imunisasi

Dokter juga akan memeriksa apakah si kecil sudah menjalani imunisasi wajib sesuai yang dijadwalkan pemerintah. Dijelaskan pula mengenai berbagai imunisasi yang dianjurkan dan imunisasi yang diulang. Berkaitan dengan imunisasi ini, dokter dengan senang hati akan menjawab segala pertanyaan yang diajukan orang tua, misalnya tentang kekhawatiran efek samping imunisasi atau sebagainya.

5. Keluhan atau penyakit

Dokter juga akan menanyakan pada orang tua apakah si kecil mengalami keluhan atau sakit, misalnya batuk atau pilek. Pemeriksaan akan dilakukan lebih detail lagi kalau memang dicurigai ada penyakit atau sesuatu yang perlu penanganan lebih intensif. Misalnya pemeriksaan dengan rontgen atau kalau perlu pemeriksaan darah. Sekali lagi, upaya preventif dengan cara pemeriksaan secara rutin meski tidak dalam kondisi sakit sebaiknya lebih diutamakan daripada langkah pengobatan.

A-Z PEMERIKSAAN

Sebenarnya pemeriksaan kesehatan yang komplet dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berikut penjelasannya:

1. Memeriksa kondisi berat badan

Seperti sudah dijelaskan di awal, berat badan termasuk pemeriksaan inti dan wajib untuk mengetahui kondisi pertumbuhan si kecil.

2. Tinggi Badan

Sama halnya dengan berat badan, tinggi badan diukur untuk mengetahui sejauh mana pertumbuhannya.

3. Lingkar Kepala

Ukuran lingkar kepala diperiksa untuk mengetahui apakah sesuai dengan grafik pertumbuhan atau tidak. pada saat yang sama, dokter juga akan memeriksa kondisi ubun-ubun bayi. Umumnya, ubun-ubun masih terbuka hingga usia satu tahun. Bisa juga diketahui ada kelainan, seperti ubun-ubun yang terlalu cepat menutup dan sebagainya.

Masih berkaitan dengan kepala, dokter juga akan memperhatikan bentuk kepala bayi. Apakah mengalami pembesaran kepala atau hidrosefalus dan sebagainya. Begitu juga dengan raut wajah. dokter akan memperhatikan wajah si kecil. Adanya gangguan bisa dilihat dari wajah, misalnya sindrom down dan sebagainya. Dokter memang dituntut untuk peka memeriksa dan memerhatikan kondisi kesehatan bayi. Jika diketahui atau dicuriga ada masalah atau gangguan tentu akan diperiksa lebih intensif lagi.

4. Mata

Kondisi mata bayi juga tak luput diperiksa. Selain untuk mengetahui refleks terhadap cahaya, pemeriksaan mata juga bertujuan untuk mengetahui apakah ada penyakit, seperti katarak kongenital dan sebagainya.

5. Mulut

Seputar lidah dan mulut juga diperiksa dokter. Ada beberapa gangguan yang bisa diketahui melalui pemeriksaan mulut, semisal serangan jamur, peradangan, pembengkakan kelenjar amandel dan sebagainya. Dokter juga bisa melihat apakah si kecil sudah mulai tumbuh gigi atau belum.

6. Telinga

Bagian telinga, seperti daun telinga sampai lubang telinganya turut serta diperiksa. Apakah ada kotoran di daun atau dalam telinga, apakah kondisi lubang telinganya normal dan sebagainya. Pemeriksaan telinga juga dilakukan berupa pengetesan pendengaran. Misalnya, dengan menggunakan bel atau menjentikkan/bertepuk tangan untuk mengetahui reaksi bayi. Apakah dia akan mencari sumber suara atau diam tak bergerak atau tak memberikan respons. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui refleks pendengaran bayi.

7. Paru-paru

Pemeriksaan dilakukan dengan alat stetoskop untuk mengetahui bagaimana kondisi paru-paru si kecil. Pemeriksaan dilakukan tak hanya di bagian depan/dada tapi juga mencakup bagian belakang/punggung. Dokter memeriksa bagaimana kondisi pernapasan apakah normal atau tidak, apakah terdengar "bunyi" yang dicurigai sebagai gangguan atau tidak, dan sebagainya.

8. Alat kelamin

Pemeriksaan kelamin dilakukan untuk mengetahui adakah gangguan, misalnya bagaimana kondisi panjang penis apakah normal, bagaimana buah zakarnya dan skrotumnya dan apakah testis sudah turun atau belum. Untuk bayi perempuan diperiksa apakah ada perlengketan vagina, misalnya, karena biasanya vagina tertutup karena pemberian bedak yang berlebihan dan sebagainya. Diperiksa juga apakah ada ruam di sekitar alat kelamin.

9. Tangan dan kaki

Pemeriksaan tangan dan kaki dilakukan untuk mengetahui respons atau refleks si kecil. Apakah gerakan simetris atau tidak, apakah terus-menerus menggenggam atau sudah bisa membukakan telapak tangannya dan sebagainya. Seandainya bayi masih mengepalkan tangan sampai usia di atas 3 bulan patut dicurigai mengalami sesuatu, misalnya terjadinya gangguan pada susunan saraf pusat. Jika memang ditemukan ada kelainan, tentu akan dicek lebih jauh bagaimana perkembangannya secara keseluruhan. Barangkali ada kelainan neurologis. Mungkin saja kemudian diperlukan pemeriksaan dengan CT scan, rontgen, dan sebagainya. Apakah perlu juga dirujuk untuk diperiksa oleh dokter spesialis saraf, otak dan lainnya.

10. Kondisi kulit

Kulit bayi diperiksa apakah mengalami ruam, terinfeksi jamur, dan sebagainya. Lipatan kulit bayi yang tergolong gemuk biasanya rentan terserang jamur.

PEMERIKSAAN NEONATUS

Pada bayi baru lahir sampai usia sekitar 40 hari dilakukan pemeriksaan cukup intensif. Pada minggu pertama setelah lahir, orang tua wajib memeriksakan kondisi bayinya pada dokter. Di antaranya untuk mengetahui apakah si kecil mengalami kuning atau tidak. Bagaimana pula respons mengisap dan sebagainya. Setelah 40 hari, bayi tetap dianjurkan kontrol ke dokter paling tidak sebulan sekali. Masalahnya, gejala sakit pada bayi baru lahir kadang sangat sumir sehingga tak bisa langsung terdeteksi.

PEMERIKSAAN BAYI PREMATUR

Secara umum, pemeriksaan kesehatan terhadap bayi prematur relatif sama dengan bayi lahir cukup bulan. Namun, kurva pertumbuhannya memang khusus alias tidak sama dengan bayi yang lahir tepat waktu.

Selama dirawat di rumah sakit, bayi prematur memang diperiksa lebih intensif, meliputi:

- Kepala: bagian ini diperiksa untuk mengetahui apakah di jaringan otak terjadi perdarahan. Untuk itu perlu dilakukan skrining dengan USG kepala agar jika ada gangguan bisa segera ditangani.

- Mata: dikhawatirkan terdapat gangguan di bagian mata yang menyebabkan kebutaan.

- Telinga: kondisi telinga bayi prematur juga termasuk dalam daftar prioritas pemeriksaan, apakah ada gangguan pendengaran atau tidak. Alasannya, gangguan pendengaran dapat berkaitan dengan gangguan pada saraf.

Lalu, apakah bayi yang lahir prematur harus lebih sering diperiksa ke dokter? Tentunya bergantung pada kondisi gangguan atau kelainan yang dialami. Kalau tumbuh-kembangnya normal-normal saja, tentu sebulan sekali diperiksa sudah cukup.

Hilman Hilmansyah. Foto: Agus/NAKITA

Konsultan Ahli:

dr. Elizabeth Yohmi, Sp.A
dari RS St. Carolus, Jakarta

DETEKSI KETERLAMBATAN DENGAN UJI SKRINING

Upaya deteksi kemampuan dasar merupakan langkah yang sangat penting. Salah satunya untuk mengetahui apakah si kecil mengalami keterlambatan atau tidak

Sebenarnya anak yang bagaimana yang dianjurkan menjalani uji skrining? Tentu saja anak-anak yang perkembangannya tampak normal. Uji skrining perkembangan anak adalah suatu tes atau prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar anak. Tes ini dilakukan oleh seorang ahli sebagai deteksi awal untuk mengetahui apakah si kecil me-ngalami gangguan perkem-bangan atau tidak. Jika hasil skrining menunjukkan anak mengalami keterlambatan perkembangan, maka dapat segera dirujuk untuk didiagnosis lebih lanjut serta menjalani terapi yang tepat sedini mungkin. Jadi, anak yang jelas-jelas terdeteksi mengalami gangguan tentu saja tak perlu lagi mengikuti uji skrining ini.

Pertanyaan lainnya adalah anak usia berapa yang bisa diskrining? Jawabannya anak usia 0 sampai 6,5 tahun karena di usia inilah proses perkembangan terjadi begitu pesat. Dengan begitu hasilnya akan jelas, mana anak yang tahapan perkembangannya normal dan mana yang tidak.

Uji skrining perkembangan (Development Screening Test) terdiri atas 105 unsur tes yang dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:

1. Perkembangan Personal Sosial

Untuk mengindikasikan kemampuan si kecil berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain/lingkungannya serta menilai bagaimana kemandiriannya.

2. Perkembangan Motorik Halus

Untuk menilai kemampuan anak dalam mengoordinasikan mata dan kedua tangannya. Contohnya untuk menggambar, menjimpit kismis, mencoret, menyusun balok, dan sejenisnya.

3. Perkembangan Bahasa

Untuk menilai kemampuan anak mendengar atau merespons suara, berbicara dan mengikuti perintah.

4. Perkembangan Motorik Kasar

Untuk menilai kemampuan anak seperti jalan, melompat, dan sebagainya.

PROSEDUR PELAKSANAAN SKRINING

Berikut prosedur pelaksanaan uji skrining:

* Langkah awal yang dilakukan penguji adalah menjelaskan pada orang tua maupun mengasuh bahwa skrining ini bukanlah tes intelegensia. Akan tetapi, merupakan tes untuk melihat perkembangan anak. Konkretnya, apa saja yang sudah dapat dilakukan anak sesuai dengan usianya.

* Selanjutnya suasana tes akan dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa aman dan nyaman. Salah satu caranya, anak duduk di pangkuan orang tua sementara di hadapannya kecenderungan normal atau tidak.

PROSEDUR PELAKSANAAN TES

Setelah melewati prosedur tersebut, dimulailah pelaksanaan tes dengan urutan sebagai berikut:

* Tes diawali dengan aspek personal sosial. Hal ini untuk memberi kesempatan pada anak menyesuaikan diri, khususnya dengan penguji. Penguji juga dapat melakukan wawancara dengan orang tua atau pengasuh mengenai tingkah laku anak sehari-hari.

* Selanjutnya adalah pengujian dari aspek gerak motorik halus. Anak dapat langsung diberi alat-alat tes, dimulai dari alat yang menarik perhatian mereka.

+ Kemudian beralih ke sektor bahasa. Setelah uji personal sosial dan motorik halus, diharapkan anak sudah lebih beradaptasi dan sudah mau berkomunikasi atau berbicara dengan penguji serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

+ Terakhir adalah menguji gerak motorik kasar.

Penting untuk diingat, pengujian untuk setiap sektor dimulai dari unsur tes yang relatif paling mudah dilakukan anak. Selanjutnya, secara bertahap diberikan tes-tes yang tergolong sulit. Bila anak melakukan 3 kali kesalahan pada satu tes, maka tetap akan dilanjutkan pada unsur tes berikutnya. Secara umum memang anak dibolehkan untuk melakukan tiga kali tes pada setiap unsur tes. Anak yang tak berhasil melakukan salah satu tes belum tentu dinilai gagal karena hasil keseluruhan tes harus dilihat. Selain itu, penguji juga mencatat bagaimana respons anak, semisal kerja sama, perhatian, tingkah laku, rasa percaya diri, maupun tingkat kegugupannya.

JENIS PENILAIAN

Ada 4 jenis penilaian yang diberikan untuk setiap satu unsur tes, yaitu P (Pass/lulus), F (Failure/gagal), R (Refusal/menolak) atau OP (No Opportunity/tidak ada kesempatan). Keterlambatan perkembangan (scoring delays) terlihat bila sebuah unsur tes gagal dimana sebenarnya 90 persen anak-anak pada usia yang sama berhasil atau lulus. Hasil tes akhir bergantung pada hasil jumlah delay. Dari 4 tes tadi akan disimpulkan hasilnya, yaitu normal, questionable (dipertanyakan), abnormal atau untestable ( tidak dapat dites).

Pada akhir tes, orang tua akan ditanya oleh penguji apakah yang dilakukan anak selama tes memang sesuai dengan tingkah laku atau kemampuan si anak sehari-hari. Bila ternyata ada beberapa unsur tes yang memperoleh scoring delays, maka dianjurkan untuk melakukan skrining lagi dalam jangka waktu dua minggu kemudian untuk memastikan keterlambatannya.

CONTOH TES

Berikut beberapa contoh pelaksanaan dan petunjuk penilaian unsur tes untuk bayi dan batita:

Personal Sosial

* Tersenyum menanggapi

Pelaksanaan: Penguji tersenyum dan berbicara pada anak tanpa menyentuhnya.

Penilaian: Lulus bila anak membalas tersenyum. Jika anak tak tersenyum, tanyakan pada orang tua apakah anak dapat tersenyum tanpa disentuh dulu.

Pertanyaan: Apakah anak tersenyum ketika Anda tersenyum padanya walaupun Anda tak menyentuh atau menggendongnya?

* Bermain bola

Pelaksanaan: Gulingkan bola ke arah anak dan coba minta padanya untuk menggulingkan atau mendorong kembali boal itu ke arah penguji.

Penilaian: Lulus bila anak menggulingkan atau mendorong bola kembali ke arah penguji. Apabila anak mengembalikan dengan membawa bola itu ke penguji, maka tes ini gagal.

Gerakan Motorik Halus

* Menggenggam mainan

Pelaksanaan: Sentuhkan mainan di atas punggung tangan atau ujung-ujung jari anak saat dia berbaring atau dalam pangkuan/gendongan orang tuanya.

Penilaian: Lulus, bila anak meraih dan menggenggam mainan itu untuk beberapa detik.

* Mengambil dua kubus

Pelaksanaan: Letakkan dua kubus di atas meja di depan anak. Katakan pada anak untuk mengambilnya.

Penilaian: Lulus, apabila anak mengambil dua kubus dan menggenggamnya di kedua tangannya (kiri dan kanan) pada waktu bersamaan. Jika hal ini tak terjadi, tanyakan pada orang tuanya apakah anak dapat mengambil dua benda kecil yang dapat digenggam seperti itu.

Pertanyaan: Apakah anak dapat mengambil dua benda pada saat posisi duduk dan menggenggamnya dalam setiap tangannya pada saat bersamaan?

Bahasa

* Respons pada bunyi bel

Pelaksanaan: Pegang bel di suatu tempat yang tak terlihat anak (bisa disamping atau sedikit di belakang telinganya). Bunyikan bel dengan lembut. Jika anak tampak tak memperhatikan, coba lagi.

Penilaian: Lulus, apabila anak memperlihatkan perubahan apa pun saat ia mendengar bunyi bel, seperti gerakan mata, kecepatan bernapas, atau perubahan lainnya.

Tertawa

Pelaksanaan: Selama tes, amati apakah anak tertawa keras.

Penilaian: Lulus, apabila anak tertawa keras tanpa digelitik. Jika tak terdengar, tanyakan pada orang tua anak.

Pertanyaan: Dapatkah anak tertawa keras tanpa Anda menggelitiknya?

Gerakan motorik kasar

* Telungkup, dada terangkat, tangan menopang

Pelaksanaan: Posisikan anak telungkup pada permukaan yang rata

Penilaian: Lulus, apabila anak mengangkat kepala dan dadanya ke atas serta menegakkan tangannya untuk menopang badan sehingga wajahnya memandang lurus ke depan.

* Melempar bola

Pelaksanaan: Katakan pada anak untuk melempar bola pada penguji dengan menggunakan gearkan tangan ke arah atas.

Penilaian: Lulus, apabila anak berdiri sekitar 3 kaki dari penguji dan melempar bola tersebut ke atas penguji di antara lutut dan wajahnya. Tidak dapat dinilai jika anak menolak melempar ke arah penguji tapi membuang bola jauh ke arah lain.

Konsultan Ahli: Yuliana Hanaratri, BSN, MAN,

dari Mario Carlo Development Screening Test Center,

sekaligus praktisi keperawatan STIK St. Carolus, Jakarta

GUNAKAN PEDIATRIC SYMPTOM CHECKLIST UNTUK TES DI RUMAH

Agar tak terlambat mengenali keterlambatan perkembangan anak, orang tua bisa menggunakan metode Pediatric Symptom Checklist (PSC). Caranya dengan mengisi PSC yang terdiri atas 35 pertanyaan seputar perilaku anak. Masing-masing pertanyaan tadi mengindikasikan sesuatu, sedangkan jumlah nilai yang diperoleh akan memberi gambaran apakah yang bersangkutan memerlukan observasi lebih lanjut atau tidak.

Namun ingat, fungsi PSC hanyalah indikator awal. Penanganan selanjutnya adalah segera membawa si anak ke dokter bila nilai yang diperoleh tak sesuai dengan standar yang dikategorikan wajar. Perlu dicatat, PSC ini efektif untuk diterapkan pada anak usia 4-16 tahun.

Narasumber:

Dr. Soedjatmiko, Sp. A(K), M.Si.,

dari Bagian IKA FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

DAFTAR PERTANYAAN

Berikut 35 pertanyaan yang harus diisi orang tua:

1. Anak sering mengeluh nyeri pada beberapa bagian tubuh. Lokasi rasa nyeri sering berpindah tanpa sebab yang jelas.

2. Anak lebih sering menyendiri.

3. Anak sering cepat merasa lelah dan seperti tidak bertenaga.

4. Anak sering terlihat gelisah dan tidak bisa duduk tenang.

5. Anak sering bermasalah dengan guru.

6. Anak terlihat kurang berminat atau kurang terlibat dalam kegiatan di sekolah.

7. Anak terlihat berperilaku seperti dikendalikan oleh motor (selalu bergerak ke sana kemari).

8. Anak terlihat banyak melamun.

9. Perhatian anak mudah beralih atau sering terlihat bingung.

10. Anak sering takut pada suasana baru.

11. Anak sering terlihat sedih atau tidak gembira.

12. Anak terlihat mudah marah.

13. Anak terlihat gampang putus asa.

14. Anak terlihat sukar berkonsentrasi.

15. Anak terlihat tidak suka berteman.

16. Anak sering berkelahi dengan anak lain.

17. Anak sering tidak masuk sekolah atau membolos.

18. Anak pernah tidak naik kelas.

19. Anak sering merendahkan atau menyalahkan diri sendiri.

20. Anak sering dibawa ke dokter tetapi tidak ditemukan kelainan.

21. Anak sering sulit tidur.

22. Anak sering merasa khawatir yang tidak beralasan.

23. Anak ingin selalu dekat orang tua.

24. Anak merasa dirinya jelek.

25. Anak sering melakukan tindakan nekat dan mengambil risiko yang tidak ada manfaatnya.

26. Anak sering terluka.

27. Anak merasa kurang bahagia.

28. Anak sering bertingkah seperti anak yang lebih muda usianya.

29. Anak terlihat tidak memedulikan aturan.

30. Anak tidak bisa mengungkapkan perasaannya.

31. Anak tidak dapat merasakan perasaan orang lain.

32. Anak terlihat sering mengganggu orang lain.

33. Anak sering menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dibuatnya.
34. Anak pernah/sering mengambil barang orang lain.
35. Anak sering menolak untuk berbagi dengan orang lain.

INDIKATOR JAWABAN

Nilai
Tidak pernah dilakukan 0
Jarang/kadang-kadang dilakukan 1
Sering dilakukan 2

MAKNA PEROLEHAN NILAI

0-27 Wajar.
28 ke atas Perlu mendapat pengamatan dan pemeriksaan lebih lanjut.

Marfuah Panji Astuti. Foto: Iman/NAKITA

PLUS MINUS JUS BUAH

Yang dimaksud dengan jus buah adalah buah yang diambil sarinya tanpa menyertakan ampasnya. Dengan alat yang disebut juicer, maka sepotong besar semangka bisa disulap menjadi segelas sari buah yang menyegarkan. Manfaat utama yang langsung diperoleh dengan mengonsumsi jus adalah nutrisi yang dibutuhkan tubuh dari sepotong buah bisa masuk dengan lebih mudah. Selain itu karena bentuknya cair, mereka yang sedang bermasalah dengan gigi-geliginya juga bisa terbantu.

Di balik kemudahan yang didapat, ada kerugian mengonsumsi buah dengan cara ini. Antara lain hilangnya serat yang seharusnya diserap tubuh guna membantu proses pencernaan. Meski tentu saja tidak semua serat akan terbuang, namun jumlah yang masuk pasti lebih sedikit dibanding buah yang diblender atau sekadar dipotong-potong. Jus buah disarankan diminum 3 kali sehari masing-masing satu gelas, atau setidaknya 2 gelas, pagi dan sore.

Tidak benar anggapan bahwa konsumsi jus buah akan meningkatkan kadar gula dalam darah. Sebab seperti diketahui, gula yang terkandung dalam buah-buahan adalah fruktosa yang "bersahabat" dengan tubuh. Tentu saja dengan catatan, saat proses pembuatan jus tidak ada tambahan gula pasir.

BUAH DIBLENDER: BERSERAT TAPI TERCAMPUR AIR

Seringkali muncul kerancuan, buah yang diblender inilah yang disebut jus. Istilah ini tidak salah, meski dalam bahasa Indonesia kata blend berarti menyampur. Buah yang diblender akan menghasilkan sari buah berikut ampasnya. Mengonsumsi buah dengan cara ini tak kalah menyegarkan, namun bagi sebagian orang, ampas yang ikut terminum dirasa mengurangi kenikmatan. Tak heran kalau buah hasil blender ini sering disaring dulu sebelum diminum.

Konsumsi buah dengan cara ini relatif lebih menguntungkan daripada dijus karena ampas yang ikut terminum merupakan serat yang dibutuhkan. Serat inilah yang secara umum bisa membantu proses pencernaan yang amat berguna bagi kesehatan. Kandungan vitamin dan mineralnya pun tidak hilang melalui proses ini. Selain itu, tidak dibutuhkan lagi tenaga untuk mengunyah alias bisa langsung ditelan karena buah yang diblender relatif sudah halus.

Kerugiannya, sewaktu diblender buah harus ditambah air, sehingga tidak bisa dikonsumsi dalam jumlah banyak karena lebih mengenyangkan. Untuk mempermanis rasa boleh-boleh saja menambahkan gula pasir Namun penambahan gula sebaiknya terkontrol, maksimal 2 sendok teh gula pasir untuk menghasilkan segelas hasil blender. Sedangkan bagi mereka yang berpantang gula, cara ini tentu tidak sehat. Kalaupun menginginkannya, yang disarankan adalah penggunaan madu murni, gula jagung, atau pemanis buatan yang direkomendasi.

BILA DISIMPAN DALAM JUMLAH BANYAK

Dengan mengedepankan aspek praktis sebagai pertimbangan, banyak orang membuat jus (baik dengan juicer maupun blender) sekaligus dalam jumlah banyak kemudian menyimpannya di kulkas. Begitu mau minum, tinggal tuang. Sekilas memang nampak menguntungkan, tapi benarkah demikian? Bila ingin membuat jus dalam jumlah banyak, sebaiknya ditambah air jeruk. Perasan jeruk ini bermanfaat untuk menahan proses oksidasi, sehingga dapat meminimalkan kerusakan nutrisi.

Kalaupun ingin menyimpannya dalam kulkas, sebaiknya batasi hanya sehari saja. Namun kalau disimpan di freezer bisa bertahan 3-4 hari, sejauh tidak ada perubahan warna, aroma dan rasa. Selain terjamin kesegarannya, penyimpanan dalam waktu singkat akan menghindarkan dari kontaminasi zat-zat yang tidak bermanfaat.

BUAH POTONG

Buah potong lazim dikonsumsi sehari-hari oleh banyak orang. Bahkan ada pepatah, sebutir apel sehari akan menjauhkan Anda dari dokter. Buah ini bisa dikonsumsi begitu saja, atau kalau di Indonesia bisa juga divariasikan sebagi rujak, salad, asinan buah dan sebagainya. Keuntungan mengonsumsi buah potong adalah tidak adanya zat yang terbuang.

Semua vitamin yang terkandung dalam buah akan masuk ke tubuh. Proses mengunyahnya pun bermanfaat bagi saluran cerna.

Secara klinis memang belum ada penelitian yang membuktikan jika mengonsumsi buah potong lebih baik daripada diblender atau dijus. Toh ketiganya dapat digunakan sebagai variasi. Kalau hari ini buah sudah disajikan dalan bentuk salad, apa salahnya bila besok dijus dan lusa diblender. Intinya, santapan buah setiap hari, dalam bentuk olahan apa pun, akan bermanfaat bagi tubuh.

Umumnya buah aman dikonsumsi dalam jumlah banyak. Bahkan untuk mereka yang diet, buah paling disarankan sebagai "pengganjal" kala lapar. Namun beberapa jenis buah tertentu, seperti nangka, durian, nanas, dan jeruk yang asam rasanya sebaiknya dihindari oleh penderita gastritis atau penyakit mag.

Marfuah Panji Astuti. Foto: Ferdi/NAKITA